Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Momen yang ditunggu-tunggu itu akhirnya datang juga. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan calon presiden Pabowo Subianto bertemu untuk pertama kalinya pada Sabtu (13/7), usai gelaran pemilihan presiden 2019 yang menguras tenaga dan emosi.
Lokasi pertemuan keduanya pun bisa dibilang tak biasa. Kompak berbaju putih, Jokowi dan Prabowo kembali bertatap muka di Stasiun MRT Lebak Bulus.
Dikutip dari Kompas.com, Jokowi datang dengan kemeja panjang berwarna putih yang digulung setengah lengan. Dia datang pukul 10.10 WIB. Kedatangan Jokowi langsung disambut salam hangat oleh Prabowo yang telah datang lebih awal.
Sorak sorai warga di stasiun pun pecah ketika mereka berdua bersalaman. Mereka langsung naik ke MRT diikuti oleh warga yang mau meminta foto dan kawalan ketat Pasmpres. Dari sana keduanya melakukan perjalanan bersama hingga ke kawasan Senayan.
Baca Juga: Jokowi bertemu Prabowo, keduanya naik MRT bersama
Bukan tanpa alasan moda transportasi massal anyar di DKI Jakarta ini jadi pilihan. Jokowi mengungkapkan pemilihan MRT sebagai lokasi pertemuan karena ia tahu persis bahwa Prabowo belum pernah naik MRT.
"Alhamdulilah pada pagi hari ini kita bisa bertemu dan mencoba MRT, karena saya tahu pak prabowo belum pernah coba MRT," kata Jokowi.
"Sebetulnya pertemuan di manapun bisa. Di MRT bisa. Mau di rumah Pak Prabowo bisa di istana bisa. Tapi kami sepakat memilih sepakat," sambung presiden terpilih 2019-2024 itu.
Sementara itu, Prabowo Subianto berterima kasih kepada Presiden Jokowi yang telah memilih MRT sebagai lokasi pertemuan. "Di atas MRT ini juga gagasan beliau. Beliau tahu bahwa saya belum pernah naik MRT jadi saya terima kasih. Saya naik MRT, luar biasa," kata Prabowo.
Pertemuan dua calon presiden yang berkompetisi dalam pilpres 2019 ini tak pelak membetot perhatian publik. Terlebih, isu untuk menggaet Gerindra masuk ke koalisi pendukung Jokowi masih berhembus kuat hingga saat ini.
Dalam konferensi pers yang dilakukan keduanya di Stasiun MRT Senayan, wartawan bertanya apakah pertemuan ini menjadi tanda bahwa rekonsiliasi akan berlanjut koalisi di kabinet. Namun, Joko Widodo belum bisa memberikan jawaban pasti.
Menurut Jokowi, soal koalisi harus dibicarakan dengan banyak pihak. "Untuk koalisi harus dirundingkan, didiskusikan dengan sahabat saya di Koalisi Indonesia Kerja," kata Jokowi.
"Dengan relawan juga akan saya diskusikan," tuturnya.
Baca Juga: Jokowi dan Prabowo bersalaman di Stasiun MRT Lebak Bulus, warga bersorak sorai
Prabowo kemudian menanggapi bahwa pertemuan ini dilakukan untuk meneduhkan situasi di masyarakat yang panas akibat Pilpres 2019. Ketua Umum Partai Gerindra ini kemudian berharap tidak ada lagi perpecahan berlandaskan politik. "Tak ada lagi cebong, tak ada lagi kampret," kata Prabowo.
Seperti kita tahu, cebong selama ini merupakan istilah yang muncul di masyarakat untuk menyebut pendukung Jokowi. Sedangkan, kampret menjadi istilah untuk menyebut pendukung Prabowo.
Panasnya istilah cebong dan kampret sudah mulai terasa bahkan jauh sebelum pendaftaran bakal calon presiden untuk periode 2019-2024 dibuka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pada masa ini, berbagai hoaks pun bermunculan semisal Jokowi yang dituding dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Prabowo yang kemudian disebut pro khilafah.
Baca Juga: Akhirnya bertemu, Prabowo: Pak Jokowi tahu Saya belum pernah naik MRT
Seiring berjalannya waktu, kedua tokoh ini makin siap bertarung untuk kedua kalinya setelah ronde pertama di tahun 2014 lalu. Meski kini calon pendamping keduanya berbeda.
Jokowi memilih Ma'ruf Amin yang pada saat itu adalah Rais Aam PBNU sekaligus Majelis Ulama Indonesia (MUI). Di sisi yang berseberangan, Prabowo memilih Sandiaga Uno. Padahal bos Saratoga ini belum lama jadi wakil gubernur DKI Jakarta dengan mengalahkan pasangan Ahok-Djarot di pilgub DKI 2017.
Pemilihan dua cawapres ini pun dibumbui berbagai cerita. Ma'ruf Amin misalnya disebut-sebut menjadi pilihan Jokowi untuk menangkal isu agama yang selama ini menyerangnya. Belum lagi gosip yang menyebut bahwa dipilihnya Ma'ruf Amin menjadikan Mahfud MD sebagai korban 'PHP' karena sebelumnya merupakan pilihan pertama.
Sementara pemilihan Sandi juga tak kalah ramai. Selain masih seumur jagung jadi Wagub DKI, isu uang pelicin yang diberikan kepada sejumlah partai pendukung Prabowo hingga 'jenderal kardus' tentu sulit untuk dilupakan.
Tanggal 17 April 2019 menjadi puncak pertarungan kedua pasangan ini. Hasilnya pasangan Jokowi-Ma'ruf kembali menjadi pemenang dengan mengantongi 85.607.362 suara alias setara 55,50%. Sementara pasangan Prabowo-Sandi kebagian 44,50% suara.
Respons dari hasil ini pun beragam. Sejumlah aksi demonstrasi pun digelar beberapa pihak, terutama pendukung Prabowo. Gedung KPU dan kantor Bawaslu menjadi lokasi utama unjuk rasa. Termasuk aksi kerusahan di kawasan Tanah Abang yang berbuntut korban jiwa.
Bahkan rangkaian aksi ini pun makin melebar dengan adanya tuduhan upaya makar yang dilakukan sejumlah pihak. Kivlan Zen menjadi salah satu tokoh yang paling mendapat sorotan karena disebut polisi terlibat dalam upaya pembunuhan kepada sejumlah pejabat.
Baca Juga: Bertemu usai pilpres, ini jawaban Jokowi saat ditanya soal koalisi dengan Prabowo
Di sisi lain, kubu pro Prabowo yang digawangi Badan Pemenangan Nasional (BPN) tak mau menyerah begitu saja. Kubu Prabowo akhirnya melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menggugat KPU. Sementara Jokowi-Ma'ruf duduk sebagai pihak terkait.
Tim penasehat hukum kubu Prabowo yang dipimpin Bambang Wijayanto menyebut ada beberapa gugatan yang mengindikasikan perbuatan yang terstruktur, masif, dan sistematis. Mulai dari ajakan berbaju putih ke TPS, penggelembungan suara kepada Jokowi, status Ma'ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah di Mandiri Syariah dan BNI Syariah, hingga adanya TPS siluman.
Namun, secara bulat mahkamah menolak gugatan tim Prabowo. "Menurut mahkamah analisis yang dilakukan pemohon tidak didukung bukti yang cukup dan hanya asumsi belaka. Menurut mahkamah, dalil pemohon a quo tidak beralasan hukum," ucap hakim Manahan MP Sitompul soal dalil penggelembungan suara yang ajukan tim hukum Prabowo seperti dikutip Kompas.com, (28/6).
Artinya keputusan KPU yang menetapkan pasangan Jokowi-Ma'ruf sebagai pemenang pilpres 2019 tetap sah.
Selesai urusan di MK, rekonsiliasi jadi isu berikutnya. Tarik-ulur soal rekonsiliasi ini ramai oleh suara pro dan kontra. Termasuk dari partai-partai pendukung kedua pasangan calon.
Rekonsiliasi di kabinet menjadi salah satu topik yang dibicarakan. Partai-partai pro Prabowo seperti Gerindra, PAN, dan PKS disebut-sebut bisa masuk dalam kabinet sebagai salah satu cara dalam rangka rekonsiliasi. Namun tak sedikit pula suara yang muncul dari partai pro Jokowi yang menolak usulan tersebut.
Makin lama, isu rekonsiliasi jadi makin liar. Bahkan pemulangan Riziek Shihab dari Arab Saudi malah disebut-sebut menjadi syarat yang diajukan Prabowo kepada Jokowi jika ingin melakukan rekonsiliasi.
Baca Juga: Bertemu lagi usai pilpres, akhirnya Prabowo ucapkan selamat ke Jokowi di stasiun MRT
Sepertinya, isu rekonsiliasi ini bakal makin ramai dalam beberapa waktu ke depan. Terlebih dengan telah terwujudnya pertemuan antara Jokowi dan Prabowo di muka publik.
Meski nampaknya dinamika masih bakal cair dalam beberpa waktu ke depan. Pasalnya, Prabowo pun masih rela menjadi pihak oposisi. "Oposisi juga siap, check and balance siap," ujar Prabowo., Sabtu (13/7) seperti dikutip dari Kompas.com.
Kendati demikian, Prabowo tidak mengungkapkan sikap resminya apakah tetap menjadi oposisi atau mendukung pemerintah. "Yang penting kita negara kita kuat, kita bersatu," kata dia.
Namun paling tidak, ucapan selamat kepada Jokowi yang memenangi pilpres 2019 akhirnya keluar dari mulut Prabowo. "Ada yang bertanya kenapa Pak Prabowo belum ucapkan selamat atas Pak Jokowi ditetapkan sebagai presiden, saya katakan saya ini walau bagaimana pun ada euh pakeuh, tata krama," kata Prabowo.
"Jadi kalau ucapkan selamat, maunya tatap muka, jadi saya ucapkan selamat," ujar Prabowo lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News