kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -4.000   -0,26%
  • USD/IDR 16.195   5,00   0,03%
  • IDX 7.164   1,22   0,02%
  • KOMPAS100 1.070   0,97   0,09%
  • LQ45 838   0,57   0,07%
  • ISSI 216   -0,45   -0,21%
  • IDX30 430   0,42   0,10%
  • IDXHIDIV20 516   -1,25   -0,24%
  • IDX80 122   0,37   0,31%
  • IDXV30 126   -0,52   -0,42%
  • IDXQ30 143   -0,58   -0,40%

Hanya Setya Novanto yang bisa...


Rabu, 08 November 2017 / 14:46 WIB
Hanya Setya Novanto yang bisa...


Reporter: Rizki Caturini | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. "Maka dengan tidak mengurangi ketentuan hukum yang ada, pemanggilan terhadap Setya Novanto dalam jabatan sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI dapat dipenuhi syarat persetujuan tertulis dari Presiden RI terlebih dahulu sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku termasuk penyidik KPK."

Kalimat tersebut tertulis dalam surat Sekretariat Jenderal DPR yang dikirim ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Novanto sedianya dijadwalkan untuk diperiksa pada Senin (6/11) sebagai saksi tersangka korupsi pengadaan e-KTP Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.

Dalam surat yang sama diuraikan Pasal 245 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang mengatur, "Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan".

Ditegaskan pula, berdasarkan Putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2015, wajib hukumnya setiap penyidik yang akan memanggil anggota DPR mendapat persetujuan tertulis dari Presiden terlebih dahulu.

Selain menjadi perdebatan hukum, alasan itu juga banyak dikritik lantaran hanya Novanto anggota DPR yang menggunakan alasan tersebut untuk mangkir pada pemeriksaan, khususnya terkait kasus e-KTP.

Beberapa anggota Dewan pernah tak menghadiri panggilan pemeriksaan. Beberapa di antaranya menyampaikan sejumlah alasan, misalnya sakit. Ada pula anggota yang tak memenuhi panggilan tanpa alasan, tetapi hadir pada pemanggilan berikutnya.

Namun, di antara mereka tak ada yang beralasan sama seperti Novanto, yakni meminta KPK mendapatkan izin kepada Presiden terlebih dahulu.

Ketua Pansus Hak Angket KPK sekaligus mantan anggota Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa, misalnya, yang juga beberapa kali dipanggil KPK terkait kasus e-KTP.

Ia pernah tak menghadiri panggilan KPK karena Pansus KPK tengah berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. Namun, saat itu Agun berkirim surat kepada KPK untuk menyampaikan alasan ketidakhadirannya dan meminta penjadwalan ulang. Ia kemudian datang pada panggilan berikutnya.

Adapun alasan Novanto tersebut baru pertama kali digunakan. Padahal, ia sudah beberapa kali dipanggil KPK. Mengapa alasan serupa tak digunakan Novanto sejak panggilan sebelumnya?

"Banyak teman-teman tanya saya. 'Loh, Pak, kenapa enggak dari dulu-dulu, kok, enggak pakai gitu, Pak? Loh, sekarang saya tanya, dulu itu pengacaranya sopo?" Bukan saya, kan? Ya, sudah jawabannya cukup itu dong," ujar kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi, saat ditemui di kantornya, Gandaria, Jakarta Selatan, Selasa (7/11).

Sekretariat Jenderal DPR yang setia

Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPR Damayanti mengaku hanya meneruskan surat tersebut secara administratif. Surat tersebut dibuat berdasarkan instruksi Novanto yang disampaikan melalui Kepala Biro Pimpinan DPR kepada Damayanti.

Damayanti mengatakan, dirinya dihubungi dan diberi tahu bahwa ada surat panggilan dari KPK untuk Novanto. Namun, di sisi lain, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa pemanggilan Novanto perlu izin Presiden.

Ia meyakini tim biro pimpinan sudah memiliki kajian hukum tentang itu sehingga tak akan asal-asalan dalam membuat surat.  Novanto tidak hanya sekali seolah mendapat dukungan dari Sekretariat Jenderal.

Kepala Biro Pimpinan Kesetjenan DPR Hani Tahapsari bahkan datang ke Gedung KPK September lalu untuk memberikan langsung surat serupa. "Surat tersebut berisi permintaan agar KPK menunda penyidikan terhadap Ketua DPR Setya Novanto terkait kasus dugaan korupsi e-KTP," kata Hani.

Dalam surat tersebut, pimpinan DPR meminta KPK mengedepankan azas praduga tak bersalah dan menghormati proses hukum praperadilan yang sedang berlangsung.

"Saudara Setya Novanto memohon kepada pimpinan DPR untuk menyampaikan surat kepada KPK tentang langkah praperadilan tersebut dengan penundaan pemeriksaan dan pemanggilan Saudara Setya Novanto," ujar Hani.

Blunder

Namun, setelah surat Setjen DPR yang menjelaskan ketidakhadiran Novanto itu dibuka KPK, polemik pun berkembang.

Pakar hukum tata negara Refly Harun menyebut, langkah Novanto sekaligus Setjen DPR sebagai blunder. Dia bahkan menyebutnya sebagai sajian yang mengundang tawa lantaran MK sejak awal tak pernah menggugurkan ketentuan pengecualian terhadap pengusutan kasus pidana khusus seperti korupsi.

Refly menduga staf di DPR tidak cermat membaca isi UU MD3 sehingga justru menjadi blunder bagj Novanto. Tak hanya Refly, mantan hakim MK Harjono juga menguatkan argumentasi Refly.

MK menyatakan bahwa Pasal 245 Ayat 1 UU MD3 itu tidak berlaku sepanjang dimaknai pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.

Namun, kata Harjono, MK saat itu tidak mengubah Pasal 245 Ayat 3 yang menyatakan ketentuan Ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR diduga melakukan tindak pidana khusus, termasuk korupsi.

Oleh karena itu, KPK tetap berwenang memeriksa Novanto meski tanpa izin Presiden. (Nabilla Tashandra)

Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Hanya Setya Novanto yang Bisa...

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×