Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Wacana Yayasan Satu Keadilan (YSK) dan Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) untuk menggugat Undang-Undang Pengampunan Pajak alias Tax Amnesty akhirnya diwujudkan hari ini, Rabu (13/7).
Kuasa hukum SPRI Sugeng Teguh Santoso mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi sekitar pukul 10.15 WIB. "Kami bersama teman-teman lainnya sudah mendaftarkan perkara gugatan UU Tax Amnesty," ungkap dia. Adapun hingga kini proses pendaftaran masih berlangsung.
Sekadar tahu, para penggugat menilai, UU yang baru saja disahkan dalam rapat paripurna DPR belum lama itu dinilai bertentangan dengan Undang Undang Dasar (UUD) 1945.
Setidaknya para penggugat menemukan 21 pelanggaran terhadap konstitusi atas pemberlakukan UU Tax Amnesty.
"Dalam UU Tax Amnesty para pengemplang pajak tidak dikenakan sanksi baik sanksi administratif maupun sanksi pidana," ungkap kuasa hukum para penggugat Sugeng Teguh Santoso saat dihubungi KONTAN, Minggu (10/7).
Hal tersebut menurutnya, telah bertentangan dengan Pasal 23 huruf a dan Pasal 28 huruf b UUD 1945. Klausul lain yakni, para penggugat menilai UU Tax Amnesty seakan menggagalkan program whistleblower.
Pasalnya, UU Tax Amesty mengatur kerahasiaan pengemplang pajak, hal ini bertentangan dengan program Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang Whistleblower, dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2011 yang diterbitkan pada tanggal 10 Agustus 2011 tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerja sama.
Whistleblower, menurut SEMA tersebut, yaitu seseorang yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan justru menjadi pelaku tindak pidana itu. Dengan demikian, ketika UU Tax Amnesty diberlakukan, upaya pemberantasan korupsi dibidang perpajakan serta merta gugur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News