Reporter: Amal Ihsan Hadian | Editor: Amal Ihsan
MEDAN. Belum stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS membuat kalangan pengusaha yang tergabung dalam Perusahaan Ekspor Impor Indonesia (GPEI) merugi. Pengusaha dipastikan tidak menikmati penguatan dollar tersebut.
"Dolar memang naik. Tapi barang modal juga tinggi akibat naiknya dollar," ujar ketua Perusahaan Ekspor Impor Indonesia (GPEI) Khairul Mahalli kepada Tribun, Senin (26/8).
Ekspor dan impor, menurut Khairul, bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Di satu sisi, naiknya dollar akan menguntungkan, namun di sisi lain, kenaikan dollar juga menyebabkan harga barang impor juga naik.
"Ekspor dan Impor tidak bisa dipisahkan karena saling berkaitan," ujarnya.
Untuk menghasilkan barang ekspor, dibutuhkan barang modal yang sebagian besar juga diimpor khususnya bagi pengusaha barang olahan. "Kenaikan dollar oke tapi imbasnya tidak seluruhnya menguntungkan. Impor juga tinggi," ujarnya.
Ia memberi contoh, pengusaha yang memproduksi kebutuhan sabun. Beberapa kompenan sabun membutuhkan produk impor sebagai komponennya.
"Imbas terbesarnya bisa inflasi karena daya beli masyarakat pun pasti menurun," ujarnya.
Khairul mengatakan, pemerintah harus berani mengambil kebijakan agar pengusaha tidak kolaps akibat tidak stabilnya nilai rupiah dengan menetapkan kurs biaya masuk.
"Di luar negeri kebijakan sudah diambil. Ini demi keberlangsungan perekonomian Indonesia," ujarnya.
Menurutnya, kebijakan yang diambil pemerintah saat ini belumlah tepat karena pemerintah tidak melakukan evaluasi khususnya yang terjadi di daerah.
Ia juga berharap pada event Masyarakat Ekonomi Asean 2013 akan ada sebuah terobosan untuk menjadikan sebuah mata uang single layaknya di Eropa dengan Euro.
Ia berharap, rupiah segera menguat agar perekonomian Indonesia kembali normal. "Kalau bisa kita berharap dollar berada di kisaran Rp 9.000-9.500," ujarnya.(cr4)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News