Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengatakan bahwa pihaknya akan mengevaluasi skema pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Bimo saat ditanya apakah akan mengubah skema tersebut, mengingat skema tersebut masih banyak dikeluhkan oleh para wajib pajak.
"Kita sedang evaluasi," kata Bimo dalam Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Pemotongan pajak dengan skema TER PPh 21 ini telah menimbulkan kegaduhan dari para karyawan.
Di media X misalnya, banyak yang mengeluhkan adanya potongan yang lebih besar apabila saat menerima tunjangan hari raya (THR) dan bonus pada periode tertentu. Belum lagi, skema TER PPh 21 juga kerap menimbulkan status lebih bayar PPh 21.
Baca Juga: Wamenkeu Pastikan Dana Bagi Hasil PPh 21 Berbasis Domili Mulai Berlaku pada 2026
Adapun skema TER ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023. Lewat beleid tersebut, besaran PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan Peraturan Pemerintah (PP) 58/2023 dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai tetap dalam satu masa pajak.
Nah, penghasilan teratur dan penghasilan tidak teratur yang diterima karyawan tidak dapat dipisahkan dalam perhitungan pajak, sehingga kedua jenis penghasilan tersebut dijumlahkan dan dikenai pemotongan sebesar tarif efektif rata-rata (TER).
Artinya, jika pegawai tetap menerima penghasilan tidak teratur seperti THR dan bonus dalam suatu masa pajak, maka penghasilan tersebut digabungkan ke dalam penghasilan bruto. Untuk menentukan PPh Pasal 21 terutang, penghasilan bruto kemudian dikalikan dengan TER bulanan sesuai status PTKP dari pegawai tetap yang menerima penghasilan.
Misalnya, seorang pegawai tetap bernama Tuan X (TK/0) menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja senilai Rp 8 juta sebulan pada masa pajak Februari 2025. Atas penghasilan bruto tersebut, maka Tuan X dikenai PPh Pasal 21 dengan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1,5%.
Baca Juga: Stimulus PPh 21 DTP Berlanjut bagi 1,7 Juta Pekerja Industri Padat Karya hingga 2026
Kemudian, pada masa pajak Maret 2025, Tuan X menerima THR satu kali gaji sehingga penghasilan bruto yang diterima Tuan X menjadi Rp 16 juta. Oleh karena itu terdapat perubahan tarif, di mana tarif efektif bulanan kategori A atas penghasilan bruto senilai Rp 16 juta adalah 7%.
Hanya saja, DJP Kemenkeu memastikan penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak akan menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak.
Hal ini dikarenakan tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari hingga November.
Nantinya pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan memperhitungkan kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh pasal 17, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari hingga November sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama.
Baca Juga: Menperin Berharap Insentif PPh 21 Bisa Dongkrak Daya Saing Industri Padat Karya
Selanjutnya: Susul Bank Jatim dan Bank DKI, Bank BJB Minta Guyuran Likuiditas dari Pemerintah
Menarik Dibaca: 6 Manfaat Kolagen untuk Rambut Sehat dan Kuat, Cari Tahu Yuk!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News