Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menyampaikan harapannya agar Menteri Keuangan yang baru dilantik, Purbaya Yudhi Sadewa, dapat segera melanjutkan sekaligus menyempurnakan sejumlah agenda mendesak dalam 100 hari pertama masa kerjanya.
Menurut Ariawan, langkah paling krusial adalah memastikan keberhasilan implementasi Coretax sebagai tulang punggung kepatuhan perpajakan.
"Coretax adalah backbone compliance yang harus menjadi perhatian utama dalam 100 hari kerja Menkeu baru," ujar Purbaya kepada Kontan.co.id, Rabu (10/9).
Bila perlu, Purbaya bisa membentuk taskforce 24/7 antara Kemenkeu, DJP, dan tim IT untuk menuntaskan persoalan bug hingga penguatan regulasi.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Akui Kericuhan Demo Gegara Kesalahan Kebijakan Fiskal dan Moneter
Ia menekankan pentingnya memastikan sistem matching invoice berjalan optimal agar restitusi sesuai transaksi, mempercepat penyelesaian restitusi, mengurangi error e-Faktur, sekaligus melakukan audit cepat terhadap sektor berisiko tinggi.
Agenda kedua, kata Ariawan, adalah percepatan pajak digital melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Ia mendorong Purbaya menetapkan peta jalan penegakan untuk platform asing, mempercepat onboarding kolektor PMSE, serta memperkuat analisis transaksi lintas platform.
"Setidaknya dalam 100 hari pertama ada kenaikan remit PMSE minimal 30% yoy," katanya.
Ariawan juga menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap insentif pajak Ditanggung Pemerintah (DTP).
Menurutnya, perubahan klasifikasi insentif menjadi revenue foregone membuka ruang kritik atas transparansi dan efektivitasnya.
"Pemerintah harus lebih transparan dalam menilai cost-benefit dari setiap insentif, bukan sekadar melanjutkan yang telah ditetapkan sebelumnya," katanya.
Selain itu, Purbaya juga didorong untuk memperkuat interaksi dengan wajib pajak besar (LTO) dan individu berpenghasilan tinggi (High-Wealth Individuals/HWI).
Menurut Ariawan, kontribusi LTO bisa mencapai lebih dari 30% penerimaan nasional, sementara HWI kerap memiliki struktur pajak kompleks sehingga rawan sengketa dan piutang.
"Lakukan identifikasi terhadap perusahaan yang sudah beromzet di atas Rp 100 miliar tetapi belum masuk LTO," katanya.
Dalam jangka menengah-panjang, lanjut Ariawan, Kemenkeu harus tetap fokus pada stabilisasi penerimaan dan trust building antara fiskus dan wajib pajak.
Reformasi administrasi pajak yang berkelanjutan, pengembangan pajak karbon dan green tax untuk mendukung transisi energi, serta optimalisasi pemajakan sektor digital menjadi agenda strategis.
Ia juga menegaskan pentingnya mengurangi kebocoran dari shadow economy.
"Sehingga filosofi pajak bahwa beban itu adalah tanggungjawab untuk dipikul bersama seluruh elemen bangsa menjadi semakin nyata, bukan lagi seolah-olah berburu dikebun binatang," pungkasnya.
Baca Juga: Purbaya Laporan Ke Prabowo Usai Rapat dengan DPR Hari Ini
Selanjutnya: ACA Catat Pendapatan Premi Asuransi Marine Cargo Rp 152 Miliar per Juli 2025
Menarik Dibaca: Pasar Aset Kripto Hadapi Ujian September Effect, Investor Disarankan Lakukan Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News