Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto melantik Purbaya Yudi Sadewa menjadi Menteri Keuangan, menggantikan Sri Mulyani Indrawati, pada Senin (8/9/2025).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, pergantian posisi Menteri Keuangan saat ini membawa pekerjaan rumah yang cukup besar, terutama dalam menjaga kesinambungan fiskal sekaligus menegakkan disiplin kebijakan.
Menurutnya, dalam jangka pendek, kredibilitas fiskal menjadi hal yang paling mendesak. RAPBN 2026 sudah menetapkan defisit 2,48% dari produk doemstik bruto (PDB) atau sekitar Rp 639 triliun, dengan target pendapatan Rp 3.148 triliun dan belanja Rp 3.787 triliun.
“Angka ini sudah menjadi acuan pasar sehingga harus dijaga melalui eksekusi belanja yang rapi, penyesuaian pertengahan tahun yang transparan, dan strategi pembiayaan yang hati-hati,” tutur Josua kepada Kontan, Senin (8/9/2025).
Baca Juga: Ekonom Sebut Purbaya Hadapi Lima Tugas Berat sebagai Menkeu Baru Prabowo
Ia menambahkan, kombinasi penerbitan surat berharga negara (SBN), pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL), peran Special Mission Vehicle (SMV) dan Badan Layanan umum (BLU), serta koordinasi dengan Danantara perlu dimaksimalkan agar risiko fiskal tetap terkendali.
Di sisi penerimaan, Josua menilai tantangan terbesar ada pada pajak. Fokus utama bukan menambah beban kelas menengah, melainkan memperkuat basis pajak dan kepatuhan.
Ia membeberkan, implementasi penuh sistem Core Tax, penggunaan Customer Relationship Management berbasis risiko, serta integrasi data kepabeanan menjadi kunci untuk menutup celah kepatuhan.
“Selain itu, peta jalan pajak kekayaan bagi kelompok super-kaya bisa menjadi opsi redistribusi yang adil, sementara pajak massal seperti PPN atau PBB sebaiknya ditahan dulu hingga daya beli masyarakat lebih kuat,” ungkapnya.
Penyelesaian sengketa pajak yang cepat dan kepastian hukum juga harus ditingkatkan agar dunia usaha lebih percaya diri.
Sementara itu, untuk kebijakan cukai, pekerjaan yang harus diselesaikan adalah memperluas cakupan dengan tepat sasaran. Cukai minuman berpemanis dalam kemasan dan intensifikasi cukai hasil tembakau (CHT) dengan pendekatan kesehatan, penerimaan, tenaga kerja, serta penindakan rokok ilegal harus menjadi prioritas.
Selain itu, bea keluar untuk komoditas seperti emas dan batubara juga dinilai perlu diperkuat dengan perbaikan tata kelola nilai pabean. Semua itu harus dibarengi pengawasan di lapangan melalui patroli laut dan perbatasan, sehingga kebocoran penerimaan bisa ditekan secara efektif.
Sementara itu, terkait arah belanja negara ke depan menuntut reprioritisasi yang lebih berpihak pada penciptaan lapangan kerja dan daya beli.
Josua membeberkan, program besar seperti makan bergizi gratis dan koperasi desa perlu dijalankan dengan uji coba dan evaluasi ketat agar tepat sasaran.
“Hindari pemangkasan transfer ke daerah yang justru akan mendorong kenaikan pajak lokal dan mengurangi kualitas layanan publik,” jelasnya.
Sebaliknya, Kementerian Keuangan dinilai perlu menyediakan ruang belanja padat karya cepat seperti perbaikan irigasi dan jalan lingkungan untuk menahan potensi PHK dan menjaga pendapatan masyarakat. Rebalancing anggaran juga penting agar porsi untuk pendidikan, kesehatan, dan riset tidak tergerus oleh belanja koersif.
Di sisi pembiayaan, pasar SBN menuntut kepastian. Ia mencatat, target yield 10 tahun di kisaran 6,8%–7,3% hanya bisa tercapai bila pemerintah konsisten dalam kalender lelang, porsi investor ritel, serta aktif melakukan switching atau buyback sesuai kebutuhan.
Baca Juga: Dilantik Jadi Menkeu, Purbaya Diminta Percepat Pertumbuhan Ekonomi 8%
“Investor relations harus diperkuat dengan komunikasi yang jelas agar pasar tidak kaget oleh perubahan kebijakan yang mendadak. Pengalaman sebelumnya menunjukkan pasar bereaksi keras jika muncul kesan bahwa kredibilitas fiskal melemah,” sarannya.
Lebih lanjut, Josua berharap Menteri keuangan baru bisa melakukan kordinasi dengan Bank Indonesia dengan baik.
Menurutnya, di tengah tekanan pada rupiah, policy mix fiskal-moneter harus selaras. Josua menyebut, Menteri Keuangan perlu memastikan pola belanja dan penerbitan SBN mendukung stabilitas nilai tukar dan inflasi.
Kemudian, transparansi data, konsistensi komunikasi, serta sikap teknokratis dalam penyusunan kebijakan menjadi hal penting untuk memulihkan kepercayaan pasar maupun publik.
Pada akhirnya, kata Josua, arah kebijakan fiskal harus mampu mendorong investasi yang lebih banyak menciptakan lapangan kerja. Insentif fiskal perlu diarahkan ke sektor manufaktur padat karya, pertanian, dan industri tradable non-ekstraktif yang terbukti lebih elastis terhadap penyerapan tenaga kerja. Program padat karya tunai berskala nasional, perluasan jaminan sosial tenaga kerja termasuk pekerja platform, serta akses pembiayaan selektif untuk UMKM dan rumah tangga berpendapatan rendah harus dipercepat.
“Dengan kombinasi langkah-langkah tersebut, Menkeu baru diharapkan mampu menjawab tantangan besar: menjaga stabilitas fiskal, memperkuat penerimaan tanpa menekan daya beli, serta memastikan belanja negara benar-benar memberi manfaat nyata bagi penciptaan kerja dan pengurangan kemiskinan,” tandasnya.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Akan Minta Wejangan Sri Mulyani Tentang Permasalahan di Kemenkeu
Selanjutnya: Pergantian Sri Mulyani Berpotensi Lemahkan Rupiah, Begini Proyeksinya Selasa (9/9)
Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Keuangan dan Karier Selasa 9 September 2025, Siap-Siap Peluang Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News