Reporter: Indra Khairuman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara), yang dijadwalkan diluncurkan pada 24 Februari 2025, menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai kemampuannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dengan dana kelolaan mencapai US$ 900 miliar atau setara Rp 14.715 triliun, Danantara berfokus pada investasi di sektor-sektor berkelanjutan.
Namun, kritik muncul dari berbagai pihak, termasuk Direktur Program INDEF, Esther Sri Astuti, yang menyoroti potensi dan tantangan yang dihadapi Danantara.
Baca Juga: Danantara Segera Hadir, Peran Erick Thohir Kelola BUMN Semakin Menciut
Esther mengungkapkan bahwa meskipun Danantara berencana menginvestasikan sumber daya alam dan aset negara dalam proyek-proyek berdampak tinggi, tantangan konsolidasi manajemen BUMN menjadi perhatian utama.
“Proyek-proyek ini mencakup sektor energi terbarukan, manufaktur canggih, dan produksi pangan,” ujar Esther kepada KONTAN, Jumat (14/2). Namun, ia menekankan bahwa tanpa manajemen yang efektif, potensi tersebut bisa terhambat.
Selain itu, Esther mengingatkan bahwa membentuk holding yang melibatkan berbagai sektor bukanlah hal yang sederhana.
“Membentuk holding dengan sektor yang berbeda memerlukan waktu dan kesepakatan yang solid,” tambahnya.
Ia mengkritisi bahwa jika Danantara tidak beroperasi sebagai BUMN yang mandiri, maka fleksibilitas dalam menggalang investasi akan terhambat.
Baca Juga: Danantara Segera Dibentuk, Pengawasan Dipegang Langsung Erick Thohir
Dengan berbagai tantangan yang ada, Esther menekankan perlunya strategi yang matang dan dukungan regulasi yang kuat.
Tanpa hal tersebut, Danantara berisiko menjadi lebih banyak tantangan daripada solusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selanjutnya: Saham Emiten Batubara Tertekan Penurunan Harga, Simak Rekomendasi Berikut Ini
Menarik Dibaca: KAI Luncurkan KA Perintis Cut Meutia di Aceh, Tarif Rp 2.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News