Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemindahan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun dari rekening khusus di Bank Indonesia (BI) ke perbankan, terutama bank-bank BUMN (Himbara), dinilai memiliki dampak positif sekaligus risiko yang perlu diantisipasi.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai tambahan likuiditas tersebut akan memperkuat kemampuan bank menyalurkan kredit ke sektor riil.
"Estimasi menunjukkan suntikan dana ini bisa mendorong pertumbuhan dana pihak ketiga sekitar 1,7% dan meningkatkan pertumbuhan kredit sebesar 0,8% – 1,4%," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Kamis (11/9/2025).
Baca Juga: Menkeu Purbaya Suntik Rp 200 Triliun ke Perbankan, Begini Skemanya
Menurutnya, dengan modal lebih kuat, perbankan dapat lebih optimal mendukung pembiayaan sektor produktif, termasuk UMKM, pertanian, industri pengolahan, dan perumahan rakyat.
Josua menambahkan, langkah ini dilakukan di saat inflasi masih terkendali di level 1,6% year-to-date (ytd) per Juli 2025 atau masih di bawah target 1,5%–3,5%.
“Kondisi ini memberi ruang bagi kebijakan ekspansif tanpa harus khawatir terjadi lonjakan harga secara langsung,” katanya.
Lebih lanjut, penempatan dana di Himbara dianggap strategis karena bank-bank tersebut memiliki jaringan luas, akses ke sektor prioritas, serta pengalaman menjalankan program pemerintah.
Bila diarahkan ke sektor dengan efek pengganda tinggi, kontribusi ke pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 0,3% – 0,6%.
Namun, Josua mengingatkan sejumlah risiko. Pertama, tambahan likuiditas berpotensi meningkatkan inflasi sekitar 0,3% – 0,5%, seiring pertumbuhan M2 yang per Juli 2025 sudah naik 6,5% yoy.
"Walau tidak signifikan, ini bisa menekan daya beli bila tidak diimbangi dengan kenaikan produksi barang dan jasa," katanya.
Baca Juga: Danantara Buka Suara Usai Mantan PM Thailand Takshin Shinawatra Kembali Ditangkap
Kedua, minat kredit dari dunia usaha masih selektif meski tumbuh 7,03% yoy per Juli 2025. Ia menilai, jika sektor riil tidak menyerap kredit tambahan, dana hanya akan menumpuk di bank dan berpotensi menekan margin perbankan.
Risiko lain adalah potensi terganggunya kepercayaan investor bila kebijakan ini tidak dikelola dengan baik. Hal tersebut bisa memicu arus keluar modal asing, melemahkan nilai tukar rupiah, dan menambah beban intervensi BI.
Josua menegaskan, efek inflasi jangka pendek kemungkinan masih terbatas, mengingat inflasi inti dan harga yang diatur pemerintah relatif stabil.
"Namun bila dana ini lebih banyak masuk ke kredit konsumtif atau pembiayaan yang kurang produktif, tekanan harga bisa muncul lebih cepat terutama pada pangan dan energi," pungkasnya.
Selanjutnya: Investasi Danantara Ditargetkan Rp 980 Triliun pada 2029, Ekonom: Cukup Realistis
Menarik Dibaca: 7 Olahraga Sederhana untuk Mengecilkan Perut Buncit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News