Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggaran pertahanan terus mengalami peningkatan selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pada tahun ini saja, anggaran belanja militer ini ditetapkan sebesar Rp 139 triliun naik Rp 5 triliun dari tahun sebelumnya.
Merespon hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai, kenaikan belanja pertahanan ini tidak secara langsung meningkatkan peningkatan investasi di dalam negeri.
Baca Juga: Pengamat Militer: Stabilitas Keamanan Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Apalagi, kata dia, Indonesia tidak mengalami agresi militer sevara langsung berbeda halnya dengan negara di kawasan timur tengah dan Afrika.
"Untuk konteks Indonesia bukan belanja pertahanan yang penting dimata investor melainkan stabilitas politik dan keamanan dalam negeri," jelas Bhima pada Kontan.co.id, Minggu (7/1).
Justru kalau belanja pertahanannya terlalu gemuk maka akan terjadi perubahan preferensi investor yang tadinya tertarik investasi di sektor riil non-pertahanan menjadi lebih tertarik ke sektor pertahanan.
Padahal, Indonesia ini cocoknya investor masuk ke beberapa sektor seperti pertanian, industri pengolahan bernilai tambah hingga sektor energi terbarukan.
Ia juga khawatir beban APBN yang terlalu besar untuk belanja militer menyebabkan indonesia terus bergantung pada utang baru.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Mengaku Siap Hadapi Debat Capres ke-3, Dengan Tema Hankam
"Bayangkan investor disuruh memilih investasi di sektor riil atau beli Surat Berharga Negara (SBN) ya mereka akan lebih suka parkir uang di SBN, karena uangnya akan terus digunakan menambah belanja pertahanan," pungkas Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News