kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Blokir rekening Wanaartha Life, Benny Tjokro: Kejagung tidak teliti menyita aset


Rabu, 10 Juni 2020 / 11:58 WIB
Blokir rekening Wanaartha Life, Benny Tjokro: Kejagung tidak teliti menyita aset
ILUSTRASI. Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang juga Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro (kanan) bersama mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasray


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terdakwa kasus Jiwasraya Benny Tjokrosaputro menolak dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU). Bos PT Hanson International Tbk ini menilai Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan kesalahan dalam melakukan penyitaan aset miliknya, termasuk dalam memblokir rekening milik Wanaartha Life.

"Di akhir persidangan minggu lalu, kita ingat ada seorang pengacara dari para nasabah dari Wanaartha Life yang masuk dalam persidangan ini dan mengatakan adanya kesalahan penyitaan dan pemblokiran rekening bank dari para nasabah tersebut,” Benny,dalam pembacaan nota keberatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/6).

Menurutnya, hal tersebut membuktikan pihak Kejaksaan kurang hati-hati dan tidak teliti dalam melakukan penyitaan dan pemblokiran rekening-rekening bank dari pihak ketiga.

Baca Juga: Banyak saham di Jiwasraya, Betjok: Kenapa cuma saya dan Heru Hidayat yang tersangka?

“Hal tersebut juga saya alami dalam perkara ini Yang Mulia, di mana aset-aset properti perusahaan saya dan rekening-rekening pribadi saya juga ikut menjadi objek kesalahan penyitaan dan pemblokiran oleh Kejaksaan Agung. Jadi apa yang dialami oleh para nasabah asuransi tersebut, juga saya alami Yang Mulia,” terangnya.

Belakangan, ia mendapatkan informasi bahwa Kejaksaan sedang digugat praperadilan oleh Wanaartha Life atas kesalahannya dalam melakukan penyitaan dan pemblokiran aset tersebut.

Hal ini semakin membuktikan bahwa kejaksaan tidak hati-hati dalam memblokir aset-aset dan rekening-rekening bank pihak ketiga, termasuk yang ia alami sendiri dalam perkara ini.

Seperti diketahui, Benny didakwa terlibat merugikan negara sebesar Rp 16,80 triliun atas pengelolaan dana investasi Jiwasraya pada 2008-2018. Namun, ia menolak dakwaan tersebut karena aset yang disita kejaksaan sudah ada sebelum tahun 2008.

“Akan tetapi penyitaan aset-aset dan pemblokiran rekening-rekening bank saya dan perusahaan saya, dilakukan terhadap aset-aset dan rekening-rekening bank saya dan perusahaan saya yang sudah ada sebelum tahun 2008 yang tercatat pada tahun mundur 2007, 2006, 2005 dan seterusnya ke bawah,“ jelasnya.

“Bahkan ada aset-aset tanah yang saya peroleh tahun 1990-an ikut menjadi objek penyitaan oleh Kejaksaan. Disini saya merasa menjadi korban dari arogansi oknum-oknum kejaksaan, Yang Mulia,” tambahnya.

Baca Juga: Kasus Jiwasraya, sidang lanjutan pembacaan nota keberatan digelar hari ini (10/6)

Sementara mengenai tindak pidana pencucian uang (TPPU), ia mengaku telah mengikuti tax amnesty pada 2017 dan melaporkan seluruh harta kekayaannya sebesar Rp 5,3 triliun. Dari situ, pajak yang dibayarkan sebesar Rp 161 miliar.

“Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada yang saya sembunyikan dan tutup-tutupi mengenai asal usul harta kekayaan saya, sehingga sangat tidak berdasarkan tuduhan TPPU (pencucian uang) terhadap diri saya,” paparnya.

Bahkan, ia mengklaim telah memperoleh penghargaan sebagai salah satu wajib pajak terbaik oleh kantor pajak di wilayah Jawa Tengah.

Sidang kasus dugaan korupsi dan pencucian uang di Asuransi Jiwasraya kembali digelar hari ini (10/6). Agenda sidang kali ini adalah pembacaan nota keberatan (eksepsi) dari para terdakwa dan kuasa hukum.

Sebanyak enam terdakwa yang menjalani sidang tersebut di antaranya, Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Kemudian mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.

Pada sidang Rabu lalu (3/6), tim jaksa di kasus ini menyebutkan, enam terdakwa kasus Jiwasraya terlibat korupsi yang mengakibatkan negara rugi senilai Rp 16,80 triliun.

Baca Juga: SIDANG KASUS JIWASRAYA: PN Jakpus dipenuhi karangan bunga dukungan ke Bentjok

Salah satu tim jaksa, Bima Suprayoga menyatakan, angka kerugian negara tersebut berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya dari tahun 2008 -2018.

Jaksa mengungkapkan, munculnya dugaan korupsi di kasus ini bermula saat Benny Tjokro, Heru dan Joko menjalin kesepakatan dengan tiga pejabat Jiwasraya. Kesepakatan itu dalam rangka pengelolaan investasi Jiwasraya di saham dan reksadana.

Jaksa menuturkan, Benny, Heru dan Joko melakukan kesepakatan dengan para petinggi Jiwasraya mengenai pengelolaan investasi saham dan reksadana milik perusahaan asuransi pelat merah tersebut. Kerjasama pengelolaan dilakukan sejak tahun 2008 hingga tahun 2018.

Namun, menurut jaksa, kesepakatan itu tidak transparan dan tidak akuntabel. 

Tiga petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary dan Syahmirwan melakukan pengelolaan investasi tanpa analisis yang objektif, profesional dan tak sesuai nota interen kantor pusat.

"Analisis hanya dibuat formalitas," ungkap tim jaksa dalam sidang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×