kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45915,95   -19,57   -2.09%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kasus Jiwasraya, sidang lanjutan pembacaan nota keberatan digelar hari ini (10/6)


Rabu, 10 Juni 2020 / 06:31 WIB
Kasus Jiwasraya, sidang lanjutan pembacaan nota keberatan digelar hari ini (10/6)
ILUSTRASI. Sidang perdana kasus Jiwasraya


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sidang kasus dugaan korupsi dan pencucian uang di Asuransi Jiwasraya kembali digelar hari ini (10/6) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Agenda sidang kali ini adalah pembacaan nota keberatan (eksepsi) dari para terdakwa dan kuasa hukumnya.

Sebanyak enam terdakwa akan menjalani sidang nota keberatan atas dakwaan jaksa. Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Kemudian mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.

Baca Juga: Telusuri investasi Jiwasraya, Kejagung kembali periksa empat saksi

Pada sidang perdana, Rabu (3/6), tim jaksa mengatakan, enam terdakwa kasus Jiwasraya terlibat korupsi yang mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai Rp 16,80 triliun.

Salah satu tim jaksa, Bima Suprayoga menyatakan, angka kerugian negara tersebut berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya dari tahun 2008 -2018.

Jaksa mengungkapkan, munculnya dugaan korupsi di kasus ini bermula saat Benny Tjokro, Heru dan Joko menjalin kesepakatan dengan tiga pejabat Jiwasraya. Kesepakatan itu dalam rangka pengelolaan investasi Jiwasraya di saham dan reksadana.

Namun, kesepakatan itu dinilai tidak transparan dan tidak akuntabel. Tiga petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary dan Syahmirwan melakukan pengelolaan investasi tanpa analisis yang objektif, profesional dan tak sesuai nota intern kantor pusat. "Analisis hanya dibuat formalitas," ungkap tim jaksa dalam sidang.




TERBARU

[X]
×