Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
Yang lebih sial armada Merpati ditambah seluruh aset tanah dan bangunan yang juga tak bisa jadi sumber pembayaran utang, khususnya kepada kreditur konkuren. Sebabnya aset-aset tersebut telah dijaminkan kepada para kreditur separatis.
"Seluruh aset berupa tanah dan bangunan serta pesawat terbang yang dimiliki oleh Perusahaan statusnya telah dijaminkan kepada Kemkeu, PPA, dan Mandiri," lanjut Kapten Asep.
Nilai tagihan kelompok konkuren sendiri memang didominasi oleh utang ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun afiliasinya, serta setoran ke negara dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun beberapa pihak swasta juga punya tagihan dalam PKPU Merpati.
Dari total nilai tagihan konkuren sebesar Rp 5,99 triliun, utang PNBP senilai Rp 55,42 miliar, instansi pemerintah senilai Rp 6,55 miliar, serta BUMN dan afiliasinya pegang tagihan Rp 4,59 triliun. Dijumlah tiga utang ini senilai Rp 4,86 triliun, sementara tagihan terbesar adalah PT Pertamina (Persero) senilai Rp 2,80 triliun.
"Dalam rapat pemungutan suara kemarin, Pertamina tidak datang, sehingga nilai suaranya tidak dihitung," sambung Alfin.
Sisanya senilai Rp 1,13 triliun berasal dari vendor swasta Rp 818,24 miliar, dan pesangon karyawan senilai Rp 317,86 miliar.
Terkait nasib Merpati, dan potensi pailit yang menanti Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN enggan menerka-nerka. "Kita tunggu saja besok, Jumat (2/11) putusannya bagaimana," katanya kepada Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News