Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) bisa menjadi biang keladi jika kelak PT Merpati Nusantara Airlines dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya.
Musababnya, sebagai pemilik tagihan separatis (dengan jaminan) terbesar, Kemkeu memilih menolak perdamaian yang berpotensi membuat Merpati menukik pailit.
Dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Merpati tercatat mempunyai kewajiban senilai Rp 10,95 triliun. Perinciannya terdiri, tagihan dari kreditur preferen (prioritas) senilai Rp 1,09 triliun, konkuren (tanpa jaminan) senilai Rp 5,99 triliun, dan separatis sebesar Rp 3,87 triliun.
Tagihan separatis sendiri dimiliki tiga kreditur, yakni Kemkeu sebesar Rp 2,66 triliun, PT Bank Mandiri Tbk senilai Rp Rp 254,08 miliar, dan PT Perusahaan Pengelolaan Aset sebanyak Rp 964,98 miliar.
Nah, tagihan tunggal Kemkeu saja mencapai 68,73% dalam tagihan separatis. Padahal untuk mencapai perdamaian, suara setuju harus mencapai 51% dari nilai tagihan untuk masing-masing sifat tagihan konkuren dan separatis.
Namun, dalam pemungutan suara atas rencana perdamaian di Pengadilan Niaga Surabaya, Kemkeu menolak proposal perdamaian.
"Dari 85 kreditur konkuren, empat kreditur menolak. Sementara dari tiga kreditur separatis hanya satu yang menolak yaitu Kemkeu," kata pengurus PKPU Merpati Alfin Sulaiman saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (31/10).
Ketika dikonfirmasi Kontan.co.id soal alasan Kemkeu menilak perdamaian, Menteri Keuangan Sri Mulyani ogah membeberkan alasannya.
"Saya sih ada jawabannya, tapi biar Dirjen saja yang jawab yakni Pak Isa (Isa Rachmatarwata/Dirjen Kekayaan Negara). Tapi Pak Isa sedang tidak ada jadi tunggu dia pulang," kata Sri usai jumpa pers di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (31/10).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News