Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah memutuskan memangkas anggaran untuk program makan bergizi gratis untuk anak dan ibu hamil dari semula Rp 15.000 menjadi Rp 10.000 per porsi.
Untuk diketahui, dalam APBN 2025, pemerintah menganggarkan makan bergizi gratis Rp 71 triliun. Program ini akan menyasar 82 juta orang, dengan total anak usia sekolah dan santri 44 juta.
Adapun untuk 44 juta anak sekolah dan santri ini, pemerintah akan membagikan makanan dalam tiga penjadwalan setiap hari.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menekankan, menurunnya porsi anggaran makan bergizi gratis tersebut harus memenuhi standar gizi dan nutrisi yang sesuai, sehingga tidak merusak citra tujuan dari program tersebut.
“Jangan sampai tidak layak dan kurang memenuhi standar gizi, sehingga citra program yang bagus ini justru rusak sejak awal. Semoga tim sudah mengantisipasi ini,” tutur Wija kepada Kontan, Minggu (1/12).
Ia menyebut, program makan bergizi gratis harus diberikan sesuai standar gizinya karena program tersebut mempunyai dampak bagus ke pertumbuhan ekonomi, dengan multiplier yang tinggi.
Baca Juga: Soal Anggaran Makan Bergizi Rp 10.000 per Porsi, Istana: Sudah Dilakukan Uji Coba
Menurutnya, seberapa besar dampak ekonominya, sangat dipengaruhi oleh berapa nilai program ini, juga dipengaruhi oleh seberapa banyak produk dalam negeri dimanfaatkan, dan seberapa ekstensif UMKM dilibatkan.
Wija menilai, kemungkinan berkurangnya anggaran makan bergizi gratis per anak tersebut lebih untuk mengantisipasi situasi fiskal yang sulit di tahun 2025.
“Rp 10.000 itu kecil banget, relatif sulit untuk mendapatkan makanan yang higienis dan berkualitas,” ungkapnya.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, kemungkinan tahun depan akan ada APBN Perubahan, sehingga anggaran makan bergizi kemungkinan bisa berkurang dari Rp 71 triliun.
Menurutnya dalam menjalankan program tersebut harus sudah memperhitungkan biaya logistik, biaya operasional, biaya birokrasi nantinya. Mengingat model program tersebut lebih ke tersentralisasi, terdesentralisasi.
Sehingga dibutuhkan birokrasi yang berkaitan dengan rapat perjalanan dinas, serta pengadaan barang, dan harus dimasukkan dalam operasionalisasi total anggaran dari makan bergizi gratis.
Di samping itu, Bhima juga menyarankan agar program tersebut tidak membebani APBN, maka bisa dijalankan di daerah-daerah yang tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Nah disarankan, ini kan daripada turun jadi Rp 10.000 per porsi kan khawatir ada ketimpangan dari sisi nilai gizi per anak atau per sekolah, saran Celios dibuat fokus ke area untuk tahun pertama dan di uji di daerah 3T,” ungkapnya.
Baca Juga: Badan Gizi: 85% Anggaran Program Makan Bergizi Gratis untuk Beli Bahan Pangan Lokal
Nah apabila program tersebut sukses dilaksanakan di wilayah 3T, maka program makan bergizi gratis bisa diperluas ke wilayah lainnya.
Lebih lanjut, Ia juga menyampaikan, akan cukup sulit untuk mencari dana lebih untuk program tersebut, mengingat ditengah besarnya jumlah utang yang harus dibayar, utang jatuh tempo dan beban pembayaran bunga utang, sementara untuk mencari pendapatan pajak baru juga tidak mudah,
“Maka opsinya adalah rasionalisasi anggaran tapi mempertahankan unit cost nya itu tetap Rp 15.000. Jadi kualitasnya bisa lebih dijaga dibandingkan jumlah penerimanya diperbanyak,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News