Reporter: Indra Khairuman | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penundaan tarif sebesar 32% oleh Amerika Serikat (AS) terhadap produk-produk Indonesia menambah ketidakpastian dalam hubungan perdagangan kedua negara, dengan potensi tekanan yang signifikan pada ekspor, surplus perdagangan dan nilai tukar rupiah.
Wijayanto Samirin, Ekonom Universitas Paramadina, menilai bahwa langkah penundaan tarif ini tidak langsung memberikan kabar baik bagi Indonsia. Ia menekankan bahwa kebijakan ini justru menciptakan kondisi ekonomi yang tidak menentu, khususnya pada perdagangan dan kestabilan nilai tukar rupiah.
"Penundaan tersebut meningkatkan ketidakpastian ekonomi, terutama terkait nilai tukar rupiah, mengingat ekspor ke AS mewakili 45% trade surplus kita," ujar Wijayanto kepada Kontan.co.id, Minggu (13/7).
Menurut Wijayanto, meski AS masih merupakan mitra dagang yang penting bagi Indonesia, risiko yang muncul akibat kebijakan ini tetap perlu diwaspadai. Indonesia harus mulai menciptakan pasar alternatif sebagai bagian strategi untuk jangka menegah, terutama jika negara pesaing mendapatkan perlakuan tarif yang lebih ringan.
Baca Juga: Ini 3 Permintaan AS agar Tarif Impor 32% Indonesia Dihapus
"AS tetap merupakan partner dagang penting, tetapi Indonesia perlu mencari alternatif pasar yang lain, apalagi jika negara dengan produk ekspor yang sama dengan Indonesia, seperti Vietnam dan Malaysia, yang dikenakan tarif lebih rendah." ucap Wijayanto.
Wijayanto menjelaskan juga bahwa beberapa sektor industri dalam negeri akan tekena dampak langsung jika tarif tinggi diterapkan sepenuhnya. Produk unggulan yang selama ini menjadi andalan ekspor kemungkinan akan kekurangan daya saing di pasar AS. Ia menyebutkan bahwa sektor industri CPO, elektronik, TPT, dan sepatu yang akan terkena dampaknya langsung.
Terkait diplomasi Indonesia dalam hal ini, ia menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan banyak hal dalm menghadapi ancaman tarif dari AS. Namun, ada satu pendekatan yang belum diambil, yaitu pendekatan langsung secara politis kepada Trump.
"Kita sudah all out, keputusan Trump memang sulit diprediksi. Satu hal yang belum kita coba adalah Pak Prabowo ketemu langsung Trump, Trump merupakan sosok yang top down, tidak terlalu mendengar anak buah, termasuk tik negonya, pertemuan tersebut bisa mengubah hasil akhir," kata Wijayanto.
Baca Juga: Pemerintah Pertimbangkan Permintaan Trump Bangun Basis Produksi Indonesia di AS
Meski kondisinya masih belum pasti, Wijayanto optimis bahwa hasil negosiasi bisa lebih ringan dari yang dikhawatirkan sebelumnya. Ia memprediksi bahwa tarif yang akan diterapkan kemungkinan tidak akan mencapai 32%.
"Apapun itu, saya yakin, kita akan dapat tarif lebih rendah dari 32%, mungkin 20%-25%," jelas Wijayanto.
Namun, jika skenario terburuknya terjadi dan tarif 32% diterapkan sepenuhnya, dampaknya akan sangat berat bagi perdagangan Indonesia. Keadaan ini akan mengikis keunggulan ekspor dan memberikan tekanan tambahan pada nilai mata uang nasional.
"Tarif 32%, ekspor ke AS akan turun, trade surplus berkurang dan rupiah akan semalin tertekan," tambah Wijayanto.
Baca Juga: Industri Padat Karya Terancam Tarif Trump, Apindo Dorong Percepatan Deregulasi
Selanjutnya: Celios: Negosiasi Tarif AS Buntu, Diversifikasi Ekspor Jadi Pilihan Utama
Menarik Dibaca: Hansaplast Luncurkan Plester Super Tipis untuk Percepat Penyembuhan Luka
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News