kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.930.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.230   -112,00   -0,69%
  • IDX 7.214   47,18   0,66%
  • KOMPAS100 1.053   7,20   0,69%
  • LQ45 817   1,53   0,19%
  • ISSI 226   1,45   0,65%
  • IDX30 427   0,84   0,20%
  • IDXHIDIV20 504   -0,63   -0,12%
  • IDX80 118   0,18   0,16%
  • IDXV30 119   -0,23   -0,19%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,20%

AJI Kecam Intimidasi terhadap Penulis Opini Detik.com, Desak Negara Ambil Tindakan


Minggu, 25 Mei 2025 / 19:47 WIB
AJI Kecam Intimidasi terhadap Penulis Opini Detik.com, Desak Negara Ambil Tindakan
ILUSTRASI. liansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam dugaan intimidasi terhadap YF, penulis opini di media nasional Detik.com, usai menerbitkan artikel kritis terkait pengangkatan jenderal TNI dalam jabatan sipil, termasuk posisi Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi/pras/17.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam dugaan intimidasi terhadap YF, penulis opini di media nasional Detik.com, usai menerbitkan artikel kritis terkait pengangkatan jenderal TNI dalam jabatan sipil, termasuk posisi Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

Ketua AJI Indonesia Nany Afrida menegaskan bahwa intimidasi terhadap penulis opini tersebut merupakan ancaman serius terhadap kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di Indonesia.

“Tindakan ini adalah bentuk nyata pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi dan UU Pers No. 40 Tahun 1999,” kata Nany dalam pernyataan resminya, Minggu (25/5).

Baca Juga: Dewan Pers Kecam Dugaan Intimidasi terhadap Penulis Opini di Detik.com

Nany menambahkan, teror terhadap penulis opini tak hanya menyasar individu, tapi juga mengancam hak publik atas informasi serta pilar-pilar demokrasi yang sehat.

“Bahkan, ini juga menyasar narasumber dan penulis yang menyampaikan kritik terhadap kekuasaan atau kebijakan publik,” ujarnya.

Menurut Nany, pola intimidasi semacam ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menciptakan efek gentar (chilling effect) agar masyarakat takut menyampaikan pendapat dan media enggan membuka ruang bagi suara-suara kritis.

“Aksi teror terhadap YF memperpanjang daftar gelap kasus intimidasi terhadap kebebasan berekspresi di era pemerintahan Presiden Prabowo,” ungkap Nany.

Sejumlah kasus serupa sebelumnya juga terjadi, antara lain penarikan lagu “Bayar, Bayar, Bayar” oleh band Sukatani; pemaksaan permintaan maaf terhadap siswa di Bogor yang mengkritik kegiatan MBG; serta penangkapan mahasiswa ITB karena membuat meme Presiden Jokowi dan Prabowo.

“Melalui UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), suara-suara kritis kerap diancam. Ini memperlihatkan bahwa ruang berekspresi di Indonesia semakin menyempit, dan menjadi sinyal memburuknya demokrasi kita,” ujar Nany.

Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Erick Tanjung menambahkan, pola intimidasi terhadap YF mencerminkan praktik represi ala Orde Baru dalam membungkam kritik publik. Ia menegaskan bahwa negara harus bertanggung jawab.

“Aparat penegak hukum harus mengusut tuntas kasus teror dan intimidasi terhadap YF. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Erick.

Baca Juga: Komaruddin Hidayat Resmi Terpilih Sebagai Ketua Dewan Pers Periode 2025-2028

AJI Serukan Lima Tuntutan

Menanggapi kasus ini, AJI menyampaikan lima tuntutan sebagai langkah untuk melawan teror terhadap kebebasan pers dan berekspresi:

Mendorong Detik.com mengambil sikap tegas dalam melindungi penulisnya. Media perlu memberikan dukungan terbuka, melaporkan kasus ini ke kepolisian, dan menyediakan bantuan hukum serta perlindungan keamanan bagi penulis.

Meminta Dewan Pers mengingatkan media massa pentingnya melindungi narasumber dan penulis sebagai bagian dari upaya menjaga kebebasan pers.

Mendesak Komnas HAM untuk mengusut kasus ini dan memberikan perlindungan kepada korban.

Mendesak Kapolri dan jajaran kepolisian agar segera mengusut kasus intimidasi ini secara serius. Pembiaran akan menciptakan preseden buruk dan mengancam kebebasan sipil secara luas.

Menuntut Presiden Prabowo menunjukkan komitmen pada demokrasi dengan menghentikan praktik penempatan tentara aktif di jabatan sipil.

Baca Juga: 35 Ucapan Hari Kebebasan Pers Sedunia untuk Dikirim ke Jurnalis

Artikel Dihapus demi Keamanan Penulis

Diketahui, pada Kamis pagi (22/5), Detik.com menghapus artikel opini berjudul "Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?" yang sebelumnya tayang di rubrik kolom opini.

Artikel tersebut berisi kritik tajam terhadap penempatan jenderal aktif di posisi sipil serta mempertanyakan sistem merit dalam tata kelola ASN.

Tak lama setelah artikel terbit, YF mengaku menerima intimidasi yang mengancam keselamatan pribadinya.

Ia kemudian meminta Detik.com untuk menghapus tulisannya sebagai langkah perlindungan.

YF juga telah melaporkan kasus tersebut ke Dewan Pers dan berharap adanya mekanisme perlindungan yang lebih kuat bagi penulis atau narasumber yang menyuarakan kritik secara terbuka.

Pihak Detik.com menyatakan bahwa penghapusan artikel dilakukan atas rekomendasi Dewan Pers dan demi menjaga keselamatan penulis.

Selanjutnya: Sektor Properti Berpeluang Rebound, Cermati Rekomendasi Saham Para Analis Berikut

Menarik Dibaca: 5 Langkah Cerdas Memulai Menabung di Tahun 2025 yang Bisa Dilakukan Siapa Saja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×