Reporter: Indra Khairuman | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami tantangan besar karena kondisi global dan domestik yang tidak pasti, ditambah dengan penurunan daya beli masyarakat dan kontraksi di berbagai sektor.
Pelaku usaha menilai bahwa ada keperluan untuk intervensi kebijakan yang lebih progresif guna mendorong perbaikan ekonomi dan meningkatkan daya saing industri.
Shinta Kamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), menjelaskan bahwa kinerja ekonomi pada kuartal I-2025 menunjukkan keadaan yang cukup sulit, baik dari sisi domestik maupun global.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 4,87% year on year (YoY) pada kuartal I-2025, mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yaitu 5,11% , serta juga kuartal sebelumnya pada kuartal IV-2024, yaitu 5,02%.
Baca Juga: Apindo Sarankan Relaksasi TKDN Jadi 25% Bersifat Sementara dan Diawasi Ketat
Dari segi kuartalan, ekonomi juga mengalami penurunan sebesar 0,98%, yang menunjukkan adanya tekanan yang berkelanjutan dari sisi domestik dan global.
Lebih lanjut, Shinta mengingatkan bahwa adanya perlambatan yang terjadi di saat menurunnya daya beli masyarakat.
“Konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,89%, terendah dalam lima kuartal terakhir, meskipun mencakup perode Ramadan yang biasanya mendorong belanja masyarakat,” ujar Shinta kepada Kontan.co.id, Kamis (15/2).
Ia menegaskan bahwa inflasi yang tinggi dan terbatasnya stimulus fiskal bisa menjadi faktor utama penyebab menurunnya daya beli, khususnya di kalangan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Di sektor fiskal, Shinta mencatat bahwa pengeluaran pemerintah mengalami penurunan sebesar 1,38% sebagai hasil dai kebijakan yang lebih hati-hati.
“Investasi pun masih menunjukkan kecenderungan wait and see, tercermin dari pertumbuhan modal tetap bruto yang hanya sebesar 2,12%,” kata Shinta.
Kinerja ekspor juga mengalami pelemahan sebesar 7,53% secara kumulatif dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu, hal ini dipicu oleh penurunan harga komoditas dan menurunnya permintaan dari negara mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Uni Eropa.
Baca Juga: Di Samping PHK, Apindo Sebut Indonesia Perlu Siapkan 3-4 juta Pekerjaan Baru
Shinta menekankan bahwa volatilitas nilai tukar rupiah pun ikut menjadi pengaruh keadaan ekonomi saat ini.
“Rupiah sempat melemah hingga Rp17.000 per dolar AS sebelum kembali menguat ke kisaran Rp16.500-an,” ucap Shinta.
Tekanan ini muncul karena ketegangan geopolitik dan harapan suku bunga tinggi di Amerika Serikat (AS) yang memicu aliran modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter juga menjadi terbatas, meski Bank Indonesia (BI) sudah menurunkan suku bunga dua kali sejak September 2024.
APINDO sudah mengidentifikasi bahwa adanya empat tantangan utama yang menghambat daya saing industri, yaitu regulasi yang tidak mendukung efisiensi produksi, biaya logistik yang tinggi (23% dari PDB), ketidakpastian akan hukum di lapangan, dan juga rendahnya produktivitas tenaga kerja yang didominasi oleh lulusan Pendidikan dasar.
Menanggapi situasi ini, Shinta menegaskan bahwa intervensi kebijakan yang lebih progresif sangat dibutuhkan, terutama dalam bentuk stimulus fiskal dan insentif langsung guna meningkatkan daya beli masyarakat, khususnya bagi kelas menengah ke bawah yang saat ini paling merasakan dampaknya.
Baca Juga: Tarif Resiprokal AS-China Turun Sementara, Apindo Tekankan Hal Ini
Ia juga menekankan pentingnya percepatan pengeluaran pemerintah yang memberikan dampak langsung pada sektor-sektor yang produktif dan padat karya.
“Pemerintah juga perlu membuka ruang investasi yang lebih luas dan inklusif melalui pemberian insentif, pemangkasan dan deregulasi hambatan usaha, kepastian dan keamanan berusaha, serta penyederhanaan birokrasi dengan fokus pada penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat,” tambah Shinta.
Sebagai langkah nyata mendukung transformasi ekonomi negara, APINDO siap berperan aktif dalam berbagai tim yang dibentuk oleh pemerintah, termasuk tim peningkatan ekspor, tim daya saing dan percepatan izin, serta tim perluasan kesempatan kerja dan mitigasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Selanjutnya: BPS Bantah Tunda Pengumuman Data Ekspor Impor April 2025 karena Negosiasi Tarif AS
Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok 16-17 Mei, Status Siaga Hujan Sangat Lebat di Daerah Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News