Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di sektor pangan kembali menjadi sorotan.
Teranyar, investigasi Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan Polri menemukan sebanyak 212 merek beras di pasaran tak sesuai dengan label dan standar mutu.
Temuan ini memicu pertanyaan publik: siapa yang harus bertanggung jawab?
Investigasi tersebut menunjukkan banyak merek beras menjual kemasan 5 kilogram padahal isinya hanya 4,5 kilogram.
Ada pula beras yang diklaim sebagai premium, padahal kualitasnya biasa. Praktik semacam ini tak hanya merugikan konsumen, tapi juga menimbulkan gejolak harga di pasar.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan bahwa pengawasan langsung terhadap produk beras bukanlah tugas lembaganya.
“Nah kalau pengawasan, ada Satgas Pangan. Iya dong. Kan bagi-bagi tugas, kalau Badan Pangan ikut masuk sampai ke situ kan enggak,” kata Arief saat ditemui di gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).
Baca Juga: Jejak Oplosan Beras Menjerat Korporasi Besar
Menurut Arief, fungsi utama Bapanas adalah merumuskan dan menetapkan kebijakan ketersediaan pangan. Tugas itu mencakup regulasi soal klasifikasi beras premium dan medium, hingga pengelolaan cadangan beras pemerintah (CBP) melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Badan Pangan itu meregulasi, beras premium seperti apa, beras medium seperti apa. Spek itu yang harus di-deliver ke penggilingan padi atau teman-teman di Perpadi,” ujarnya.
Selain itu, Bapanas juga bertanggung jawab menetapkan standar mutu dan labelisasi beras, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023.
Arief menjelaskan bahwa informasi pada label harus mencerminkan isi sebenarnya.
“Begitu dilabel packaging-nya itu beratnya 5 kilo, ya harus 5 kilo. Begitu disitu disampaikan beras premium, berarti broken maksimumnya ya 15 persen. Sesederhana itu,” ucapnya.
Arief juga menepis anggapan bahwa pelanggaran tersebut terkait dengan Harga Pokok Penjualan (HPP) beras. Ia menilai bahwa ketidaksesuaian label dan kualitas bukanlah urusan yang bisa dikaitkan langsung dengan penetapan HPP.
Baca Juga: Minta Pemerintah Tegas soal Beras Oplosan, YLKI Sebut Perlu Ada Revisi Aturan
“Enggak ada kaitannya ya antara produk spek dalam packaging dengan itu semua. Jadi kalau pak Menteri Pertanian menyampaikan ada lebih dari 200 label yang dites lab, kemudian speknya tidak sesuai sama label, itu kan enggak benar. Jadi enggak ada kaitannya,” tegas Arief.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebenarnya telah mengatur berbagai aspek produksi, distribusi, dan keamanan pangan, termasuk sanksi terhadap praktik curang seperti penimbunan dan pengoplosan.
Namun, implementasinya dinilai belum berjalan maksimal. Kondisi ini menjadi celah bagi sebagian pelaku usaha untuk memanipulasi kemasan dan kualitas, lalu menjualnya dengan harga tinggi, bahkan di luar klasifikasi standar.
Tonton: Marak Beras Oplosan, Ini Dia Merek Yang Diduga Terlibat
Dalam konteks inflasi pangan dan tekanan harga beras, lemahnya pengawasan semacam ini menjadi ancaman nyata bagi konsumen dan stabilitas pasar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "212 Merek Beras Oplosan Beredar, Pengawasan Lemah, Siapa Tanggung Jawab?"
Selanjutnya: Meski Seorang Miliarder, Warren Buffett Masih Lakukan 5 Kebiasaan Kelas Menengah Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News