kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   0,00   0,00%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Vonis ringan terhadap Kepala Daerah korup, cederai keadilan masyarakat


Senin, 03 Desember 2018 / 19:08 WIB
Vonis ringan terhadap Kepala Daerah korup, cederai keadilan masyarakat
ILUSTRASI. Bupati Bener Meriah, Ahmadi memeluk orangtuanya usai menerima vonis


Reporter: Muhammad Afandi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Putusan Hakim terhadap Kepala Daerah pelaku tindak pidana korupsi sering kali di bawah tuntutan jaksa penuntut Umum.

Teranyar, vonis putusan terhadap Bupati Bener Meriah, Ahmadi. Majelis Hakim menghukum Ahmadi pidana tiga tahun kurungan penjara dan pidana denda Rp 100 juta subsider kurungan tiga bulan.L pada sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (3/12).

Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto menyesalkan berjatuhannya tuntutan terhadap kepala daerah korup tersebut. Ia menegaskan bahwa hal ini mencederai keadilan masyarakat.

“Ya patut disesalkan karena mencederai keadilan masyarakat,” ujar Agus saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (3/13).

Sejalan dengan itu, Zaenur Rohman, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM mengatakan bahwa vonis bagi terdakwa korupsi selama ini masih relatif rendah.

Katanya memang hakim bertugas memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Namun, vonis yang relatif rendah tidak menunjukkan Indonesia sedang dalam usaha keras melawan korupsi.

“Saya berpendapat setiap terdakwa kasus korupsi harus dituntut pidana denda maksimal dan pencabutan hak politik. Adapun hakim dalam memutus seharusnya mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat yang tersakiti akibat korupsi,” ungkap kepada Kontan.co.id Senin (3/13).

Menelisik ke belakang, beberapa putusan kasus korupsi yang lebih ringan dari tuntutan Jaksa. Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam salah satunya.

Ia divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK dengan dihukum 18 tahun penjara.

Selanjutnya juga vonis kepada Bupati Kutai Kartanegara nonaktif Rita Widyasari yang juga dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, yakni 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sementara Tim Jaksa KPK telah menuntut pidana 15 tahun penjara dan membayar denda Rp750 juta subsider 6 bulan.

Di daerah, Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya memvonis Bupati Jombang nonaktif Nyono Suharli dengan hukuman 3 tahun 6 bulan. Putusan yang dijatuhkan majelis pengadilan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Jauh merosot dari tuntutan Jaksa selama 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan penjara

Masih di di pengadilan Tipikor Surabaya, Mantan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko di vonis 3 tahun penjara kepada. Vonis ini juga lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 8 tahun penjara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×