Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tuntutan hukum dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Setya Novanto atas keterlibatannya dalam kasus korupsi e-KTP menuai pertanyaan.
Penyebabnya, jaksa KPK menuntut hukuman pidana penjara 16 tahun yang mana bukan lama hukuman maksimal. Apalagi mengingat jabatan dan nilai korupsi Setya Novanto, membuat tuntutan hukum KPK terkesan rancu.
Direktur Eksekutif Populi Center Usep S Ahyar menyampaikan bahwa jabatan dan kerugian negara yang ditimbulkan oleh korupsi e-KTP Setya Novanto seharusnya dijatuhi hukum maksimal berupa pidana penjara 20 tahun.
"Sepatutnya tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat tinggi seperti Setya, yang wewenangnya sebagai Ketua DPR itu luar biasa mengatasnamakan rakyat, maka harusnya dituntut maksimal sesuai Undang-Undang kita," tegas Usep saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (31/3).
Ingat saja, Setya Novanto dituntut jaksa KPK berlandaskan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang menyebut hukuman maksimal adalah 20 tahun penjara.
Namun bukannya menembak hukuman maksimal, jaksa KPK justru memberi tuntutan hukuman pidana penjara 16 tahun dan denda pidana Rp 1 miliar dengan ketentuan bila tidak dibayar, diganti kurungan 6 bulan.
Khawatirnya, tuntutan jaksa KPK dalam sidang pembacaan keputusan bisa saja diketok lebih rendah dari yang diinginkan oleh badan Ombudsman tersebut. Akibatnya, rasa keadilan yang dituntut rakyat yang dirugikan oleh inefisiensi pengurusan e-KTP bisa jadi tidak tersampaikan.
Maka bagi Usep, tuntutan yang dijatuhkan KPK kurang mampu memberi semangat bagi masyarakat, sekaligus bisa memberi efek jera bagi calon koruptor lain.
Dengan demikian, Usep menegaskan bahwa untuk menciptakan revolusi mental yang tepat, seharusnya bukan target penangkapan tersangka koruptor yang menjadi acuan utama kesuksesan memberantas korupsi.
"Justru keberhasilan hukum itu karena ditegakkannya hukum sesuai Undang-Undang dan jelas membuat efek jera," ungkapnya.
Asal tahu, selain dituntut pidana penjara dan denda, Setya juga dituntut membayar uang pengganti sesuai dengan uang diduga ia terima sebesar US$ 7,435 juta dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dikembalikan. Selain itu, jaksa menuntut pencabutan hak politik Setya selama lima tahun setelah menjalani hukumannya.
Tak hanya itu, jaksa juga memberatkan tuntutan Setya lantaran menilai mantan Ketua DPR itu tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Akibatnya, KPK juga menolak permohonan Setya sebagai sumber justice collaborator alias saksi pelaku penegak hukum karena dinilai tidak memenuhi kualifikasi. Setya Novanto akan menyampaikan nota pembelaannya pada 13 April 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News