Reporter: Fahriyadi | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang tinggal menunggu putusan pemerintah, pasti akan menyebabkan meningkatnya tarif transportasi umum. Namun pemerintah menjanjikan untuk menekan kenaikan tarif angkutan umum maksimal sebesar 10% dan hanya berlaku untuk transportasi kelas ekonomi.
Menteri Perhubungan (Mehub), E.E Mangindaan memastikan pembatasan kenaikan tarif itu akan berlaku secara nasional. Soalnya, pembatasan ini sudah mendapat kesepakatan dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan mitra kerja yang lain. Menhub juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah, karena mereka yang mengatur tarif angkutan untuk antar kota dan dalam kota.
"Kami sudah bicara dengan Organda dan mitra kerja lainnya, umumnya mereka bersedia untuk tidak menaikkan tarif terlalu tinggi," ujar Mangindaan, Rabu (19/6).
Menhub akan mengeluarkan ketentuan soal pembatasan kenaikan tarif tersebut. Namun belum jelas, kapan pemberlakuan kenaikan itu. Mangindaan hanya menegaskan, kenaikan tarif akan terjadi bersamaan dengan pemberlakuan harga BBM bersubsidi baru, yakni premium menjadi Rp 6.500 per liter dan solar subsidi Rp 5.500 per liter.
Memang, meski DPR sudah menyetujui anggaran untuk mendukung kenaikan harga BBM bersubsidi, tapi pemerintah belum juga memberi keputusan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, akan menggelar rapat dengan tim sosialisasi kenaikan harga BBM, Kamis (20/6). Setelah rapat itu selesai, kemungkinan akan ada pengumuman kenaikan harga BBM.
Insentif khusus
Mangindaan bercerita, sebelum ada kesepakatan, Organda mengusulkan kenaikan tarif sebesar 26%. Soalnya, tarif angkutan umum kelas ekonomi belum pernah naik sejak tahun 2009. Berbeda dengan transportasi kelas bisnis, setiap tahun selalu naik. "Tapi kami memberi pertimbangan, kenaikan tarif yang terlalu besar akan memukul perekonomian masyarakat miskin pengguna angkutan umum," jelasnya.
Selain itu, Menhub juga menjanjikan memberi insentif. Mangindaan sudah meminta ke semua pemerintah daerah untuk memberikan kebebasan pajak peremajaan kendaraan, serta keringanan pajak pembelian suku cadang bagi pebisnis angkutan umum dalam kota.
Insentif memang diutamakan untuk pengusaha angkutan dalam kota, karena umumnya menggunakan premium sebagai BBM. Sedangkan transportasi antar kota, umumnya menggunakan BBM solar yang kenaikan harganya tidak setinggi premium.
Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Organda, Andre Silalahi mengaku, pihaknya menolak pembatasan itu. Soalnya, sejak awal tahun pengusaha angkutan sudah menanggung sejumlah kenaikan biaya tanpa ada kompensasi terhadap tarif transportasi publik. Pengusaha harus menanggung kenaikan gaji pegawai karena ketentuan upah minimal kabupaten (UMK) dan semakin mahalnya onderdil kendaraan. "Hitungan paling tepat, kenaikan tarif 30%-35%," jelas Andre.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News