Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. HSBC melakukan survei terhadap 200 pelaku usaha Indonesia dengan cakupan pasar hingga internasional tentang keyakinan ekspansi di tengah ketidakpastian tarif global. Hasilnya, 92% responden percaya diri dan berencana ekspansi internasional dalam dua tahun mendatang.
Country Head Global Trade Solutions HSBC Indonesia Delia Melissa menjelaskan, mayoritas responden berada di level pembuat keputusan dan mencakup tiga jenis perusahaan, yakni perusahaan internasional dengan omzet tahunan lebih dari US$ 2 miliar, perusahaan lokal dengan omzet tahunan lebih dari US$ 500 juta, serta perusahaan free market.
Delia menyebut, Indonesia berpotensi menjadi pasar alternatif China, sebagai salah satu negara yang sangat terdampak oleh kebijakan tarif ini.
“Kami melihat adanya rekonfigurasi supply chain, di mana perubahan rantai pasok global akan bergeser ke negara-negara alternatif. Dan beruntungnya, Indonesia berada pada posisi yang cukup kuat sebagai salah satu negara alternatif tersebut,” ungkap Delia kepada media, Rabu (10/12/2025).
Baca Juga: Menkeu Purbaya Ancam Copot Dirut Himbara Jika Main-Main dengan Aturan DHE Terbaru
Survei menunjukkan, kawasan ASEAN menjadi tujuan utama ekspansi, dipilih oleh 58% responden. Pun, 54% perusahaan telah memperkuat rantai pasok mereka di kawasan ini, terutama ke Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Di tengah tensi perdagangan global, responden justru menilai kondisi tersebut bisa menjadi peluang. Sebanyak 69% responden menilai perang dagang akan berdampak positif terhadap bisnis dalam dua tahun mendatang.
Delia bilang pelaku usaha Asia mulai beradaptasi lebih baik dibandingkan enam bulan setelah pengumuman “Liberation Day tariffs”. Ketidakpastian akibat perubahan tarif dinilai mulai mereda, membuat perusahaan mampu membuat keputusan perdagangan yang lebih terukur.
Sejalan tren tersebut, dampak disrupsi rantai pasok terhadap pendapatan diproyeksikan turun menjadi 13%, dari 18% pada survei sebelumnya.
Perusahaan Asia maupun global semakin memfokuskan hubungan dagang ke Asia Tenggara. Survei menunjukkan 41% perusahaan Asia memperkuat hubungan dagang di ASEAN, disusul Asia Timur & Utara (34%) serta Asia Selatan (29%).
Tren serupa terlihat pada perusahaan Indonesia. Selain ASEAN, pelaku usaha domestik juga membidik Asia Timur dan Utara (36%), Asia Selatan (29%), serta pasar Eropa dan Oseania yang masing-masing dipilih oleh 27% responden.
Sektor transportasi dan industri menjadi pendorong utama, dengan 61% perusahaan di sektor ini berencana memperluas hubungan dagang.
Baca Juga: Purbaya Geram! Banyak Importir Balpres Tak Bayar Pajak Bertahun-tahun
Lima pasar tujuan penjualan utama perusahaan Indonesia yaitu Singapura (42%), Malaysia (32%), Jepang (27%), Australia (24%), dan Thailand (22%).
Optimisme juga meningkat. Sebanyak 67% perusahaan Indonesia yakin pendapatan mereka akan tumbuh dalam dua tahun ke depan, lebih tinggi dibandingkan keyakinan global sebesar 58%.
Di balik optimisme ekspansi, tantangan likuiditas muncul sebagai perhatian utama. Sebanyak 72% perusahaan Indonesia melaporkan meningkatnya kebutuhan modal kerja akibat ketidakpastian tarif.
Menurut Delia, kebutuhan likuiditas dan pengelolaan risiko semakin krusial untuk menopang ekspansi lintas negara.
“Perusahaan Indonesia membutuhkan dukungan likuiditas dan manajemen risiko untuk tetap tumbuh dalam ketidakpastian. Dengan pengalaman lebih dari 140 tahun dan posisi sebagai bank penyedia trade finance nomor satu di Indonesia, kami siap mendukung klien menghadapi dinamika perdagangan,” ujarnya.
Selanjutnya: Intikeramik (IKAI) Bidik Perbaikan Fundamental Keuangan & Membalik Rugi Jadi Laba
Menarik Dibaca: Persib Bandung vs Bangkok United di ACL 2: Prediksi Skor, Head to head, dan Line up
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













