kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.924.000   5.000   0,26%
  • USD/IDR 16.270   34,00   0,21%
  • IDX 7.097   49,71   0,71%
  • KOMPAS100 1.026   -3,02   -0,29%
  • LQ45 777   -8,81   -1,12%
  • ISSI 234   3,28   1,42%
  • IDX30 401   -4,82   -1,19%
  • IDXHIDIV20 462   -8,51   -1,81%
  • IDX80 115   -0,50   -0,43%
  • IDXV30 117   -0,60   -0,51%
  • IDXQ30 129   -2,45   -1,87%

Subsidi Energi &Non Energi 2026 Naik Jadi Rp 307,9 Triliun, Waspadai Beban Kompensasi


Senin, 14 Juli 2025 / 17:37 WIB
Subsidi Energi &Non Energi 2026 Naik Jadi Rp 307,9 Triliun, Waspadai Beban Kompensasi
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua kiri) didampingi Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono (kiri), Suahasil Nazara (kedua kanan), dan Anggito Abimanyu (kanan) menyampaikan konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Menteri Keuangan melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp21 triliun atau 0,09 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Mei 2025. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/bar


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengalokasikan anggaran subsidi sebesar Rp 307,9 triliun pada tahun 2026. Anggaran ini mencakup subsidi energi dan non-energi, yang tumbuh 7,7% dibandingkan tahun 2024.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Luky Alfirman dalam rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI membahas Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2026. Ia menyampaikan bahwa meski alokasi subsidi meningkat, pemerintah menghadapi sejumlah tantangan dalam pengelolaannya. 

“Tantangannya adalah munculnya beban kompensasi karena belum dikenalnya kebijakan dan harga tarif, kualitas dan akurasi data penerima subsidi, serta tingginya harga komoditas yang meningkatkan kebutuhan subsidi dan kompensasi energi,” ujar Luky dalam  rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI membahas Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2026, Senin (15/7).

Baca Juga: Kemenkeu Sudah Kucurkan Anggaran Subsidi Rp 47,4 Triliun Sampai April 2025

Ia menambahkan, volatilitas harga energi dan komoditas global diperkirakan masih akan terjadi pada tahun 2026. Oleh sebab itu, kebutuhan anggaran subsidi juga akan disesuaikan dengan proyeksi harga energi dan konsumsi dalam negeri.

Untuk subsidi non-energi, Luky menyebut pemerintah mengalokasikan Rp 104,5 triliun, tumbuh 7,9%. Fokus anggaran akan diarahkan ke subsidi pupuk, guna meningkatkan akurasi penerima manfaat, khususnya petani dan pelaku usaha perikanan. 

“Kita ingin meningkatkan akurasi data penerima subsidi, terutama untuk petani dan nelayan. Subsidi pupuk akan diarahkan lebih tepat sasaran agar bisa langsung menjangkau titik distribusi tanpa hambatan,” jelasnya.

Pemerintah juga berupaya menyederhanakan jalur distribusi subsidi pupuk agar efisien dan mengurangi hambatan. 

“Jadi kita matangkan kebijakan agar tidak ada pembatasan yang tidak perlu,” imbuh Luky.

Dengan penguatan data penerima dan antisipasi terhadap gejolak harga komoditas, pemerintah berharap pengelolaan subsidi 2026 akan lebih tepat sasaran dan adaptif terhadap dinamika ekonomi global.

Baca Juga: Kemenkeu Kerek Anggaran Subsidi Energi Jadi Rp 203,4 Triliun pada Tahun 2025

Selain pupuk, subsidi juga diberikan untuk sektor prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU). Ini termasuk dukungan bagi publik seperti subsidi transportasi umum KAI (Kereta Api Indonesia) dan dukungan rumah subsidi bagi PMI (Pekerja Migran Indonesia), serta sektor pendidikan non-formal melalui PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat).

Di sektor keuangan, pemerintah terus memperkuat subsidi program bunga kredit untuk meningkatkan daya saing UMKM, petani, dan nelayan, termasuk dalam KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan subsidi perumahan untuk menangani backlog perumahan rakyat.

“Subsidi bunga ini penting untuk menjaga daya saing sektor informal dan produktif,” ujarnya.

Pemerintah juga tetap menganggarkan subsidi pajak, khususnya berupa PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). Menurut Luky, subsidi ini diberikan secara selektif kepada masyarakat dan dunia usaha yang membutuhkan stimulus fiskal.

“Subsidi pajak masih kita butuhkan, biasanya subsidi pajak ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk masyarakat, yang diberikan secara selektif kepada dunia usaha dan masyarakat,” tutupnya.

Baca Juga: Kementerian ESDM Hitung Volume Subsidi LPG Naik 2026, Kemenkeu Masih Hitung Anggaran

Selanjutnya: SBR014 Mulai Diluncurkan Hari Ini, Berikut Stratetgi Sejumlah Mitra Distribusi

Menarik Dibaca: Zinc Trail Run Hadir di Bali pada November Tahun Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×