Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Kenaikan beban subsidi energi RAPBN-Perubahan 2014 sebesar Rp 110,03 triliun menjadi Rp 392,13 triliun membuat ruang gerak pemerintah menjadi minim.
Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko mengatakan, dengan pembengkakan itu maka tahun ini pemerintah tidak bisa memiliki banyak program aksi. Ekspansi seminimal mungkin untuk menyeimbangi beban subsidi yang besar.
Dengan mengorbankan belanja modal maka pemerintah juga tidak akan membuat kebijakan strategis. "Tidak banyak pilihan yang bisa dinegosiasikan," katanya. Hingga akhir tahun, menurut Prasetyantoko, realisasi belanja pemerintah akan kecil. Pemerintahan sekarang tidak dalam posisi banyak energi untuk bisa melakukan sesuatu.
Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai, untuk memperkecil defisit maka yang bisa dipotong dalam jumlah besar hanyalah belanja modal. Itulah kemudian yang mendasari keinginan pemerintah memotong anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp 100 triliun.
Implikasi dari pemotongan pos belanja inilah yang kemudian membawa banyak dampak. Dampaknya adalah tidak ada investasi dan stimulus fiskal pemerintah untuk dorong perekonomian. Perekonomian pun akan semakin menurun. Enny memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini akan di bawah 5,5%.
Sebagai informasi, berdasarkan data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga April 2014, belanja pemerintah pusat hanya mencapai 20,5% dari target. Realisasi belanja pemerintah pusat sebesar Rp 256,1 triliun atau 20,5% dari pagu Rp 1.249,9 triliun.
Nah, belanja modal adalah pos belanja yang memiliki realisasi paling minim. Padahal pos belanja ini sangat penting untuk mendorong pembangunan karena yang direalisasikan adalah infrastruktur. Realisasi belanja modal pada bulan April hanya sebesar 7% dari pagu belanja modal yang sebesar Rp 184,2 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News