Reporter: Yudho Winarto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pemerintah menyadari kontrak karya energi selama ini sangat merugikan Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganggap kontrak karya di masa lalu itu sangat tidak adil.
"Sungguh merugikan negeri ini dan rakyat. Kami tentu harus berbicara baik-baik," kata SBY yang pernah menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Abdurrahman Wahid ini saat rapat koordinasi di kantor pusat Pertamina, Selasa (7/8).
Pemerintah pun sudah merenegosiasikan kontrak karya itu dengan sejumlah perusahaan. Salah satunya dengan perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di Indonesia, PT Freeport Indonesia. Renegosiasi ini masih belum selesai. SBY mengaku sudah meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik memaparkan hasil yang telah diraih dalam renegosiasi kontrak tersebut.
SBY berharap, sumber energi yang dimiliki Indonesia dikelola secara maksimal karena banyak yang mengincarnya. Dia berharap, seluruh rakyat mendapatkan manfaat yang besar dari pengelolaan energi ini.
Dalam rapat koordinasi kali ini, SBY meminta data perkembangan program 10.000 megawatt baik tahap 1 dan tahap 2. SBY menyadari pasokan listrik saat ini sangat tidak mencukupi. "Program menambah 10.000 megawatt, berapa yang direalisasikan. Penambahan 10.000 mega watt ke 2, sejauh mana implementasinya," katanya.
Rapat kali ini dihadiri Wakil Presiden Boediono dan beberapa anggota Kabinet Indonesia Bersatu II diantaranya Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Perhubungan EE Mangindaan, Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News