Reporter: Umar Idris | Editor: Umar Idris
JAKARTA. Guru besar hukum ekonomi internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mencermati proses renegosiasi dengan Freeport. Hikmahanto menilai pemerintah terkesan memberi angin kepada Freeport karena takut dibawa ke pengadilan arbitrase internasional. Padahal, posisi pemerintah sangat kuat karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Batubara (Minerba) yang sudah disahkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pengesahan yang sudah melalui kesepakatan dengan DPR berarti peraturan ini lebih tinggi dari Kontrak Karya. Sebab Kontrak Karya dilakukan antara pemerintah saja dengan Freeport sehingga tidak sekuat dengan Undang-Undang. “Sudahlah, tidak perlu takut, ikuti saja Undang-Undang,” kata Hikmahanto.
Hikmahanto berpesan, pemerintah harus hati-hati, jangan sampai keputusan yang dibuat dengan Freeport nanti berlawanan dengan keputusan rakyat yang sudah ada di Undang-Undang.
Berdasarkan UU Minerba, perpanjangan kontrak karya mestinya bukan suatu isu yang harus dibahas dalam renegosiasi. Berdasarkan UU Minerba, kontrak karya itu harus dihormati sampai masa berlakunya habis, lalu harus distop dan diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan. “Tidak bisa lagi memakai Kontrak Karya,” kata Hikmahanto.
Risiko terburuk, kata Hikmahanto, Freeport akan hengkang dari Indonesia. "Pemerintah juga tidak perlu takut, saya yakin banyak BUMN bisa menggantikan Freeport,” kata Hikmahanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News