kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.428.000   -57.000   -2,29%
  • USD/IDR 16.602   11,00   0,07%
  • IDX 7.916   -209,10   -2,57%
  • KOMPAS100 1.090   -29,49   -2,63%
  • LQ45 772   -7,67   -0,98%
  • ISSI 281   -10,34   -3,54%
  • IDX30 401   -4,69   -1,16%
  • IDXHIDIV20 453   -1,70   -0,37%
  • IDX80 121   -1,88   -1,53%
  • IDXV30 129   -2,46   -1,87%
  • IDXQ30 127   -0,85   -0,66%

Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Banyak Tantangan Struktural Hambat Ekonomi RI


Minggu, 19 Oktober 2025 / 17:38 WIB
Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Banyak Tantangan Struktural Hambat Ekonomi RI
ILUSTRASI. Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (2/12/2024). Dalam sidang kabinet tersebut Presiden Prabowo Subianto memberi penjelasan mengenai kunjungan kerja ke luar negeri selama beberapa minggu kemarin serta menyampaikan sejumlah pengarahan mengenai program-program yang akan dijalankan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming, arah perekonomian Indonesia menunjukkan tren yang beragam. Sejumlah capaian ekonomi belakangan ini tercatat positif, terutama di sektor investasi dan pasar modal. Namun, di sisi lain masih ada tantangan mendasar yang perlu dibenahi, mulai dari daya beli masyarakat hingga kepastian regulasi bagi investor.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai capaian satu tahun pertama pemerintahan Prabowo belum sepenuhnya menjawab persoalan struktural dalam perekonomian nasional.

Menurutnya, sejak kunjungan pertama Presiden Prabowo ke Amerika Serikat dan lima negara lain selama 20 hari pertama menjabat, komitmen investasi yang berhasil dibawa mencapai Rp 294 triliun. Namun, ia mempertanyakan realisasi dari komitmen tersebut.

“Masalahnya, berapa banyak yang benar-benar terealisasi? Di sinilah banyak permasalahan struktural yang harus diselesaikan oleh Pak Prabowo,” ujar Bhima kepada Kontan, Minggu (19/10/2025).

Bhima menyoroti sejumlah hambatan, mulai dari ketidakpastian regulasi, birokrasi yang berbelit, hingga kabinet yang terlalu gemuk yang membuat proses pengambilan keputusan lambat.

“Investor butuh kepastian hukum. Kalau aturan seperti TKDN dan kuota impor terus berubah, mereka akan lebih memilih menjadi importir daripada membangun pabrik di Indonesia,” jelasnya.

Baca Juga: YLKI Beri Rapor Merah Sektor Pangan di Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo–Gibran

Bhima juga menilai, kesiapan mitra usaha lokal masih terbatas, sehingga belum banyak yang bisa diajak bekerja sama atau joint venture dengan investor asing.

"Selain itu juga ada masalah mendasar seperti biaya logistik mahal, korupsi, sepertinya masih jadi PR Pak Prabowo," ungkap Bhima.

Pertumbuhan Ekonomi Stabil Tapi Cenderung Melandai

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal IV-2024 mencapai 5,04% (yoy), sedikit menguat dari kuartal sebelumnya. Namun pada tahun 2025, tren pertumbuhan mulai melandai.

Pada Kuartal I-2025, ekonomi tumbuh 4,97%, sebelum kembali naik menjadi 5,12% di Kuartal II-2025. Pemerintah tetap optimistis target pertumbuhan 5,2% dalam APBN 2025 bisa tercapai.

“Saya berkepentingan menciptakan ekonomi tumbuh lebih cepat dari 5%. Mungkin di kuartal IV bisa tumbuh 5,5% lebih,” ujar Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Kamis (16/10/2025).

Sejumlah lembaga internasional turut menyesuaikan proyeksinya. IMF dan Bank Dunia merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,7% menjadi 4,8%. Sementara ADB memangkas dari 5,0% menjadi 4,9%, dan OECD lebih konservatif dengan dua kali revisi turun menjadi 4,7% sepanjang 2025.

OECD menilai inflasi yang rendah dan pelonggaran kebijakan moneter memberi ruang bagi konsumsi dan investasi domestik, namun ketidakpastian fiskal serta lemahnya ekspor masih menahan laju pertumbuhan.

Daya Beli Masih Melemah

Melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik tak luput dari optimisme konsumen dan kemampuan daya beli masyarakat. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mulai menurun sejak akhir 2024. Pada Kuartal IV-2024, IKK sempat berada di kisaran 121–127,7, mencerminkan optimisme masyarakat pasca pelantikan pemerintahan baru.

Namun, pada Kuartal I-2025 indeks turun ke 127,2–121,1, dan kembali melemah di Kuartal II-2025 ke kisaran 121–117. Tren penurunan berlanjut di Kuartal III-2025, berada di level 118–115, meski sempat naik tipis pada Juli.

Penurunan optimisme konsumen dipengaruhi kenaikan harga pangan, ketidakpastian lapangan kerja, dan stagnasi pendapatan riil. BI mencatat, ekspektasi terhadap penghasilan masa depan masih positif, tetapi keyakinan terhadap ketersediaan pekerjaan terus melemah. Hal ini tercermin dari Indeks Konsidi Ekonomi (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang trennya cenderung menurun. 

Ketua Umum Perkumpulan Analis Efek Indonesia (PAEI) David Sutyanto menilai, satu tahun pemerintahan Prabowo sebenarnya sudah menunjukkan banyak kemajuan, meski masih menyisakan ruang besar untuk perbaikan.

Menurutnya dalam satu tahun terakhir pemerintah berupaya keras menjaga stabilitas harga pangan dan energi di tengah kondisi global bergejolak. Namun pemulihan daya beli belum merata. 

"Ke depan perlu kebijakan yang menstimulasi pendapatan riil, misalnya mempercepat penyerapan anggaran perlindungan sosial, memperluas program padat karya, dan memperkuat dukungan bagi UMKM,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya stimulus fiskal di sektor-sektor yang memberikan multiplier effect besar terhadap konsumsi, seperti sektor pangan, transportasi, dan perumahan rakyat yang menurutnya harus jadi prioritas. 

Baca Juga: Satu Tahun Menjabat, Prabowo Masih Hadapi Tantangan Wujudkan Pertumbuhan Ekonomi

“Kalau daya beli kuat, konsumsi rumah tangga yang merupakan motor penggerak ekonomi juga akan baik,” jelasnya.

Investasi Naik Secara Nilai, Tapi Belum Merata dan Berkualitas

Dari sisi investasi, Kementerian Investasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi terus tumbuh dari kuartal ke kuartal.

Pada awal pemerintahan Prabowo-Gibran tepatnya Kuartal IV-2024, realisasi investasi mencapai Rp 453 triliun, menyerap sebanyak 580.916 orang tenaga kerja baru, atau meningkat 26,9% YoY.

Peningkatan ini berlanjut pada tahun 2025, dimana Kuartal I realisasi investasi mencapai Rp 465,2 triliun, menyerap sekitar 594.104 orang tenaga kerja baru. 

Pada tahun yang sama di Kuartal II capaian investasi Rp 477,7 triliun, dengan penyerapan tenaga kerja baru sebanyak 665.764 orang. Sementara pada Kuartal III-2025 realisasi investasi mencapai Rp 491,4 triliun dengan penyerapan tenaga kerja baru sebanyak 696.478 orang.

Namun sebagian besar investasi masih terkonsentrasi di sektor  ekstraktif, padat modal, bukan manufaktur padat karya yang dapat memperluas lapangan kerja. Sementara industri existing perlu dibantu dengan memfasilitasi investor luar negeri. Bhima menilai, tren ini menunjukkan kualitas investasi yang belum optimal

Sementara David menilai kinerja pemerintah cukup positif. Sebelumnya pasar modal pernah melemah signifikan, tapi kemudian pemerintah cepat merespons dengan kebijakan yang membuat IHSG kembali menguat bahkan mencetak rekor tertinggi. 

Baca Juga: Tindak Tegas Pejabat Nakal, Prabowo: Satu-Dua Kali Diperingatkan, Tiga Kali Reshuffle

"Market cap kini menembus Rp 15.000 triliun, sesuai target kampanye presiden,” paparnya.

Ia menambahkan, momentum ekonomi Indonesia sebenarnya sedang menguat, tercermin dari indeks saham yang mencapai rekor baru dan jumlah investor ritel yang terus bertambah. 

“Tantangan pemerintah sekarang adalah menjaga momentum ini dengan memperkuat daya beli masyarakat dan memperluas basis investasi produktif,” tegas David.

Masih Banyak Pekerjaan Rumah di Era Prabowo-Gibran

Meski tren makroekonomi Indonesia relatif stabil, tantangan struktural seperti ketimpangan daya beli, birokrasi investasi, dan efisiensi belanja publik masih membayangi.

Baca Juga: Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ekonom: Program Andalan Minim Dampak Ekonomi

Bank Dunia dalam laporannya Oktober 2025 menyoroti arah belanja pemerintah yang lebih populis, sementara produktivitas BUMN masih di bawah sektor swasta. OECD juga mengingatkan pentingnya memperkuat tata kelola fiskal dan mempercepat reformasi struktural agar pertumbuhan bisa kembali ke level 5% pada 2026.

"Banyak yang melihat komitmen tinggallah komitmen, selama belum direalisasikan, masih akan rendah (dampak ke ekonomi). Makanya kita lihat investasinya makin lama makin gak berkualitas,” tegas Bhima.

Sementara David tetap optimistis dengan harapan pemerintah dapat memastikan pertumbuhan ekonomi yang merata. 

“Momentum ekonomi sudah mulai terbentuk. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah memastikan bahwa pertumbuhan itu bisa dirasakan merata oleh seluruh lapisan masyarakat," ungkapnya.

Baca Juga: Dapat Rapor Merah Hasil Survei Celios: Prabowo Dapat Nilai 3, Gibran 2

Selanjutnya: Menakar Efek Koreksi Harga Minyak Mentah Terhadap Emiten Petrokimia

Menarik Dibaca: Trans Segara City Beroperasi, Mobilitas dari Bekasi ke Stasiun Senen Lebih Praktis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×