Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Setahun berjalan, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mendapat sorotan.
Dua program andalan, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes Merah Putih), dinilai minim menciptakan dampak ekonomi signifikan dan justru berpotensi menimbulkan segudang permasalahan baru di lapangan.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan bahwa kedua program tersebut tidak menciptakan aktivitas ekonomi baru, melainkan hanya menggantikan kegiatan ekonomi yang sudah ada di masyarakat. Akibatnya, dampak pengganda (multiplier effect) yang diharapkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tidak terjadi.
Baca Juga: Resmi! Pemerintah Beri Diskon PPN 6% Tiket Pesawat Selama Nataru
“Kedua program tidak menciptakan aktifitas ekonomi baru, hanya menggantikan yang sudah ada. Misalnya, MBG mengganti kantin dan pedagang makanan sekitar sekolah. KDMP menjadi lawan warung-warung kecil milik rakyat. Jadi, dampak ekonominya sangat minimal. Ini mirip zero sum game,” ujar Wijayanto kepada KONTAN, Jumat (17/10).
Wijayanto secara khusus menyoroti program Kopdes Merah Putih yang menurutnya berpotensi menimbulkan "tsunami permasalahan". Pendekatan yang terlalu terpusat (top down) dan tanpa perencanaan matang diperkirakan akan memicu tingkat kegagalan yang sangat tinggi.
Ia memprediksi akan banyak terjadi kredit macet dan eksekusi dana desa yang dijadikan agunan oleh bank Himbara. “Ini berpotensi menimbulkan kemarahan rakyat di ribuan desa,” tegasnya.
Sementara untuk program Makan Bergizi Gratis, catatannya tidak kalah kritis. Wijayanto menyebut realisasi program ini masih jauh dari target yang dicanangkan. Selain itu, implementasinya di lapangan diwarnai berbagai masalah, mulai dari isu keracunan hingga kurangnya transparansi anggaran.
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kedua program tersebut. Menurutnya, perbaikan konsep, perencanaan yang lebih matang, serta implementasi yang lebih bertahap menjadi kunci agar program tidak kontraproduktif.
Wijayanto menekankan pentingnya mengubah pendekatan yang saat ini terlalu sentralistis. Pelibatan aktif pemerintah daerah dan masyarakat sekitar dinilai mutlak diperlukan agar program dapat berjalan efektif dan tepat sasaran.
“Harus dijalankan secara partisipatif, melibatkan Pemda dan masyarakat sekitar saat ini terlalu top down,” pungkasnya.
Baca Juga: Perusahaan Gadai Ilegal Marak Bermunculan, PPGI Dorong Ajukan Izin ke OJK
Selanjutnya: INTA Bakal Terpapar Dampak Positif dari Pabrik Alat Berat LiuGong di Indonesia
Menarik Dibaca: Ini Rekomendasi Tren Warna Rambut Tahun 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News