Reporter: Siti Masitoh | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto masih mempunyai pekerjaan besar yang harus diselesaikan, utamanya agar capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa berkualitas.
Chief Economist BRI Anton Hendranata menyampaikan, pasca satu tahun menjabat, Presiden Prabowo menghadapi sejumlah persoalan struktural yang menghambat kualitas pertumbuhan ekonomi. Tiga hal utama menjadi sumber masalah, yakni produktivitas antardaerah yang timpang, basis ekonomi informal yang besar, serta jejak deindustrialisasi dini.
Menurut Anton, ketiga hal ini bukanlah persoalan baru. Ia mengungkapkan, permasalahan tersebut merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya dan belum sepenuhnya terselesaikan hingga kini. Dalam satu tahun terakhir, kondisi menjadi semakin menantang karena faktor siklus global.
“Ketatnya pembiayaan global, logistik, dan penyesuaian teknologi menjadi penekan tambahan,” tutur Anton kepada Kontan, Sabtu (19/10/2025).
Baca Juga: 1 Tahun Prabowo-Gibran, Purbaya Klaim Ekonomi Indonesia Semakin Membaik
Meski demikian, ia menilai kemajuan dan pencapaian pemerintahan baru cukup baik dalam menjaga stabilitas dan memperkuat fondasi ekonomi untuk menghadapi tahun kedua pemerintahan.
Namun, ia juga menegaskan bahwa perlu waktu untuk mengubah stabilitas tersebut menjadi pertumbuhan yang berkualitas, terutama agar berdampak langsung pada tenaga kerja dan pemerataan ekonomi.
Anton menyebut terdapat beberapa tantangan utama yang harus diselesaikan pemerintah. Diantaranya, pertama, permasalahan struktural mencakup ketimpangan antara wilayah urban (wilayah perkotaan) dan rural (wilayah pedesaan), layanan dasar dan keterampilan tenaga kerja yang belum seragam, serta kapasitas riset dan pengembangan (R&D) yang terbatas.
Kondisi ini, lanjutnya, membuat elastisitas kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi relatif rendah dengan kata lain, pertumbuhan belum mampu secara signifikan mengurangi kemiskinan.
Sementara itu, tantangan baru muncul dari melambatnya ekspor manufaktur, tekanan terhadap sektor padat karya, serta dinamika geopolitik dan kebijakan perdagangan global. Kombinasi faktor ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan kerja formal belum optimal.
Meski dihadapkan dengan tantangan tersebut, Anton melihat fondasi makroekonomi Indonesia saat ini cukup kuat. Stabilitas makro terjaga dan agenda hilirisasi berjalan. Ke depan, arah kebijakan perlu difokuskan pada penguatan kualitas pertumbuhan.
“Dengan menurunkan biaya produksi, mempercepat penciptaan lapangan kerja formal, dan mengerek produktivitas UMKM,” ungkapnya.
Selanjutnya, ia juga mendorong mendorong strategi ‘Reindustrialisasi 2.0’ yang menekankan nilai tambah dan kepastian biaya. Strategi ini meliputi pengembangan klaster industri di dekat pelabuhan dan sumber energi, kepastian tarif energi industri, insentif fiskal seperti investment allowance dan depresiasi dipercepat untuk mesin hemat energi atau otomasi, serta super deduction untuk kegiatan R&D dan vokasi.
Ia menilai, insentif fiskal hanya akan efektif bila diiringi dengan kepastian biaya input dan ketersediaan talenta industri, sehingga daya saing industri nasional bisa meningkat.
Anton juga menyoroti pentingnya transformasi UMKM agar lebih produktif dan terhubung dalam rantai pasok nasional. Kredit Usaha Rakyat (KUR) diusulkan menjadi jalur bertingkat (graduation path), yang mana subsidi bunga menurun seiring profil risiko debitur membaik.
Selain itu, penerapan supply-chain financing berbasis kontrak anchor buyer, sertifikasi (HALAL/HACCP), onboarding digital (QRIS, e-catalog), dan e-invoicing sederhana akan memperluas akses pasar dan pembiayaan UMKM.
“Dampaknya modal kerja lebih terjangkau, kepastian serapan, margin membaik langsung menyentuh pelaku usaha berpendapatan menengah-bawah,” terangnya.
Baca Juga: Tindak Tegas Pejabat Nakal, Prabowo: Satu-Dua Kali Diperingatkan, Tiga Kali Reshuffle
Di sisi pasar kerja, Anton mendorong program reskilling berbasis permintaan pasar yang dikaitkan langsung dengan penempatan kerja (job-linked training). Skema ini melibatkan asosiasi industri agar pelatihan lebih relevan dengan kebutuhan sektor riil.
Anton juga menekankan pentingnya pengendalian biaya hidup dan harga pangan. Ia mengusulkan langkah-langkah seperti pembangunan irigasi mikro, cold-chain, gudang, kontrak panen, dan asuransi pertanian sederhana (crop insurance) untuk menekan volatilitas harga pangan.
“Ini menjaga daya beli kelompok rentan dan mempercepat penurunan kemiskinan, lebih berkelanjutan dibanding hanya mengandalkan bantuan tunai,” kata Anton.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, dengan fondasi stabilitas yang telah dijaga pemerintah, fokus ke depan harus diarahkan pada produktivitas, penciptaan pekerjaan formal, dan eksekusi kebijakan yang presisi.
Menurut Anton, kombinasi ini akan mempercepat penurunan kemiskinan, mempersempit ketimpangan, dan memperdalam basis manufaktur nasional, menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan tangguh.
Selanjutnya: Kepala BGN Kembalikan Anggaran MBG Rp 70 Triliun, Prabowo: Pertama Dalam Sejarah RI
Menarik Dibaca: Ada Minuman Jelly Rasa Baru, Begini Cara Bijak Menikmatnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News