Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rapor merah telah ditorehkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di tahun lalu. Dengan berbagai sentimen yang masih bergulir di tahun ini kemungkinan penerimaan pajak pun tidak akan capai target.
Berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2019 realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 1.332,1 triliun atau hanya 84,4% dari target yang ditetapkan yakni Rp 1.577,6 triliun. Pencapaian sepanjang Januari-Desember 2019 ini pun nyatanya hanya mampu tumbuh 1,4% year on year (yoy).
Baca Juga: Pelebaran defisit anggaran membayangi APBN 2020
Beberapa lembaga konsultan pajak sebetulnya sudah memprediksi pencapaian penerimaan pajak tahun lalu. Misalnya, Danny Darussalam Tax Center (DDTC) yang sudah jauh-jauh hari meramal bahwa penerimaan pajak hanya mencapai 83,6% dari target 2019. Prediksi DDTC dengan realisasi pajak hanya berbeda 0,8% saja.
Pengamat Pajak DDTC Darussalam mengatakan tidak tercapainya target pajak, memang tidak dipungkiri karena faktor utama ekonomi global yang berimplikasi kepada kinerja bisnis di Indonesia menjadi lesu. Terutama, menghantam sektor industri pengolahan yang selama ini menjadi andalan sektor pajak.
Dasrusalam pun bilang kondisi tersebut sekiranya masih bisa terulang di tahun 2020 dengan target pajak yang dipatok sebesar Rp 1.642,6 triliun. Artinya, otomatis pajak harus tumbuh sebesar 23,3% dari realisasi 2019.
Dia menilai tentu angka pertumbuhan tersebut akan cukup sulit untuk dicapai di tahun 2020 mengingat ekonomi masih belum stabil dan reformasi pajak belum sepenuhnya jalan.
Baca Juga: Pemerintah berhadap UMKM makin banyak yang bayar pajak
“Sementara kebijakan pajak yang condong ke arah relaksasi maka kebijakan untuk mempertimbangkan penyesuaian target pajak ke angka yang lebih realistis dapat dilakukan oleh pemerintah,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Selasa (7/1).
DDTC memprediksi dengan mempertimbangkan penerimaan pajak 2019 yang memiliki shortfall tinggi, situasi ekonomi belum pulih, serta strategi pajak yang akan dilakukan ke depan bahwa penerimaan pajak di 2020 akan berkisar antara 87,1%-89,0% dari target akhir tahun ini.
Sejalan, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berproyeksi bila tren ekonomi tahun ini sama dengan tahun lalu, tapi otoritas pajak tidak berbenah diri, potensi shortfall pada tahun 2020 tidak menuntut kemungkinan mencapai Rp 210 triliun-Rp 240 triliun.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kinerja penerimaan pajak tidak luput dari kondisi perlambatan ekonomi global tahun lalu lantaran terjadi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China, Brexit, Geopolitik di Timur Tengah hingga Asia.
Kondisi tersebutlah yang menyebabkan tren penerimaan pajak tahun 2019 beda dengan lima tahun lalu.
Baca Juga: Perekonomian 2020 diproyeksi lebih baik, Sri Mulyani tetap waspada
Setali tiga uang, hampir seluruh negara sebagai mitra dagang Indonesia mengalami kondisi ekonomi yang berat. Akibatnya ekspor permintaan atas barang-barang ekspor Indonesia mengalami penurunan disertai dengan penurunan harga komoditas andalan Indonesia seperti batubara. Dari sisi impor pun terjadi koreksi sepanjang tahun lalu.
Dalam penerimaan pajak kondisi tersebut mengganggu kinerja Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) khususnya yang berbasis minyak dan gas (Migas) serta impor.
“Yang menjadi penyebab penerimaan pajak kita tertekan, manufaktur dan pertambangan. Sementara impor, terjadi penurunan sebesar 9,9% pada November 2019, terutama dipengaruhi implementasi kebijakan biodiesel sehingga mengurangi impor Migas,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN 2019, di kantornya, Selasa (7/1).
Baca Juga: Kejar target penerimaan pajak, ini tiga jurus Ditjen Pajak di tahun ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News