Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
Sejalan, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berproyeksi bila tren ekonomi tahun ini sama dengan tahun lalu, tapi otoritas pajak tidak berbenah diri, potensi shortfall pada tahun 2020 tidak menuntut kemungkinan mencapai Rp 210 triliun-Rp 240 triliun.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kinerja penerimaan pajak tidak luput dari kondisi perlambatan ekonomi global tahun lalu lantaran terjadi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China, Brexit, Geopolitik di Timur Tengah hingga Asia.
Kondisi tersebutlah yang menyebabkan tren penerimaan pajak tahun 2019 beda dengan lima tahun lalu.
Baca Juga: Perekonomian 2020 diproyeksi lebih baik, Sri Mulyani tetap waspada
Setali tiga uang, hampir seluruh negara sebagai mitra dagang Indonesia mengalami kondisi ekonomi yang berat. Akibatnya ekspor permintaan atas barang-barang ekspor Indonesia mengalami penurunan disertai dengan penurunan harga komoditas andalan Indonesia seperti batubara. Dari sisi impor pun terjadi koreksi sepanjang tahun lalu.
Dalam penerimaan pajak kondisi tersebut mengganggu kinerja Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) khususnya yang berbasis minyak dan gas (Migas) serta impor.
“Yang menjadi penyebab penerimaan pajak kita tertekan, manufaktur dan pertambangan. Sementara impor, terjadi penurunan sebesar 9,9% pada November 2019, terutama dipengaruhi implementasi kebijakan biodiesel sehingga mengurangi impor Migas,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN 2019, di kantornya, Selasa (7/1).
Baca Juga: Kejar target penerimaan pajak, ini tiga jurus Ditjen Pajak di tahun ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News