Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mempertimbangkan untuk menerapkan tarif pajak penghasilan (PPh) final sektor UMKM dengan tarif 0,5% tanpa ada batas waktu atau permanen.
Kendati begitu, Purbaya memberikan syarat agar UMKM tidak lagi mempermainkan omzetnya demi mendapatkan tarif pajak rendah.
"Nanti kita lihat keadaannya seperti apa. Kalau sebetulnya betul-betul UMKM mereka gak ngibul-ngibul, harusnya sih nggak apa-apa dipermanenkan," kata Purbaya dalam Media Briefing, Jumat (14/11/2025).
Kendati begitu, Purbaya akan melihat kondisi perekonomian dalam dua tahun ke depan, sembari melihat implementasinya di lapangan saat ini.
"Kita lihat dua tahun ke depan seperti apa deh (ekonominya). Biar saya lihat dulu seperti apa implementasinya di lapangan," katanya.
Baca Juga: Baru Tagih Rp 8 Triliun dari Pengemplang Pajak, Purbaya: Jangan Main-Main!
Sebelumnya, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menilai, kebijakan ini mencerminkan arah reformasi fiskal yang lebih inklusif dan pro-pertumbuhan.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 dan PP Nomor 55 Tahun 2022 yang mengatur PPh final bagi UMKM, sebelumnya tarif PPh final UMKM memiliki batas waktu.
Kini, pemerintah ingin memberikan kepastian dan kemudahan jangka panjang bagi pelaku usaha kecil yang masih berjuang menjaga arus kas dan daya saing.
“Pendekatan berbasis omzet ini memang sederhana dan efisien secara administrasi, sehingga dapat memperluas basis wajib pajak, mendorong formalisasi usaha, serta meningkatkan daya beli dan sirkulasi ekonomi di sektor akar rumput yang menjadi penopang utama konsumsi domestik,” tutur Rizal.
Baca Juga: Kejar Setoran Pajak, Purbaya Siap Tebar Ratusan Surat Cinta ke Pengusaha
Meski demikian, Rizal menilai kebijakan ini memiliki implikasi struktural yang perlu diwaspadai. Menurutnya, skema pajak berbasis omzet cenderung bersifat regresif dan dapat menimbulkan efek lock-in, di mana pelaku usaha memilih tetap kecil secara administratif agar terus menikmati tarif rendah.
Fenomena ini, kata Rizal, berpotensi memunculkan fragmentasi usaha dan menekan semangat naik kelas. Dari sisi fiskal, ia menilai potensi penerimaan pajak jangka panjang bisa berkurang jika tidak disertai evaluasi berkala dan mekanisme pengawasan anti-fragmentasi yang ketat.
Oleh karena itu, Rizal menyebut skema permanen ini idealnya dilengkapi sunset review setiap tiga tahun untuk menilai efektivitasnya terhadap kepatuhan, penerimaan, dan mobilitas vertikal UMKM dalam sistem ekonomi formal.
Selanjutnya: Asosiasi Rumah Sakit Usulkan Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan Saat KRIS Diterapkan
Menarik Dibaca: Mapple Finance Menempati Puncak Kripto Top Gainers saat Pasar Ambles
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













