Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
Dari situ muncul keyakinan saya, bahwa perbedaan sama sekali bukan penghalang untuk berteman, bekerja sama, dan membangun cita-cita bersama. Perbedaan justru bisa menjadi pengikat dan pemersatu. Perbedaan justru dapat membantu kita untuk menjadi orang yang lebih baik.
Saya juga belajar banyak dari Iman Taufik, Ketua Angkatan Departemen Teknik Mesin Angkatan ‘61 yang saya cintai. Beliau mengajarkan kepada saya bagaimana memaknai semangat SOLIDARITY FOREVER secara nyata dan konsisten. Satu sama lain saling membantu, mengingatkan, berbagi. Setia, senasib sepenanggungan dalam suka maupun duka.
Terima kasih Pak Iman Taufik. Karena Bapak, kebersamaan dan persaudaraan Teknik Mesin ’61 terus terjaga. Atas usaha Bapak, SOLIDARITY FOREVER menjadi nyata, tak hanya berhenti di kata.
Saya dilahirkan bermata sipit, beragama Katolik, dan berasal dari keluarga yang cukup mampu. Pada saat itu, bermasyarakat dengan ciri-ciri seperti itu tidak selalu mudah. Kadangkala kami harus menerima perkataan atau perlakuan yang diskriminatif atau provokatif.
Sebelum belajar di ITB, saya menjalani pendidikan di sekolah-sekolah yang relatif homogen: sekolah Belanda, dan kemudian SMP dan SMA Katolik Santo Aloysius. Karena relatif homogen, saya tidak memperoleh banyak kesempatan untuk memahami keberagaman Indonesia.
ITB adalah kontak pertama saya dengan pluralisme. ITB adalah melting pot, tempat bertemunya mahasiswa dari beragam suku, latar belakang ekonomi, agama, pandangan politik, dan berbagai perbedaan lain.
Saya mulai memahami keberagaman Indonesia di ITB. Dari pemahaman, timbul kesadaran, bahwa menerima, menghormati, dan merayakan keberagaman amat penting agar Indonesia bisa menjadi Indonesia yang Raya.
Saya jadi makin paham, bahwa saya sendiri yang harus mulai membangun pemahaman dan menyikapi berbagai keberagaman itu dengan bijak. Saya harus mulai dari diri sendiri, untuk menghentikan perdebatan dan kekerasan yang dipicu karena rasa berbeda dan kehendak sepihak untuk menyeragamkan.
Karena bangsa ini, sejak didirikannya sudah beragam. Beragam suku, agama, ras, dan golongan. Pendiri bangsa menegaskan, bahwa bangsa ini harus tetap harus bersatu. Beda suku, beda, agama, beda ras, beda golongan, tidak seharusnya jadi pemecah-belah. Bhinneka Tunggal Ika.
Sejarah menunjukkan, begitu banyak bangsa yang runtuh, karena mereka mempermasalahkan perbedaan seperti itu. Perang saudara, pemusnahan ras, ketidakadilan sosial dan pendidikan, begitu banyak tragedi yang terjadi karena umat manusia mempermasalahkan perbedaan yang tidak pantas dan tidak perlu diperselisihkan.