kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.924.000   -21.000   -1,08%
  • USD/IDR 16.319   9,00   0,06%
  • IDX 7.792   185,77   2,44%
  • KOMPAS100 1.105   23,32   2,16%
  • LQ45 823   23,67   2,96%
  • ISSI 258   4,00   1,58%
  • IDX30 426   12,56   3,04%
  • IDXHIDIV20 488   14,77   3,12%
  • IDX80 123   2,78   2,31%
  • IDXV30 127   1,15   0,91%
  • IDXQ30 137   4,21   3,18%

Pernyataan Sri Mulyani Viral soal Gaji Guru, Permasalahan Ada di Pemda?


Selasa, 12 Agustus 2025 / 15:49 WIB
Pernyataan Sri Mulyani Viral soal Gaji Guru, Permasalahan Ada di Pemda?
ILUSTRASI. Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal rendahnya gaji dosen dan guru di Indonesia menjadi tantangan dalam pengelolaan keuangan negara, menuai kritikan.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal rendahnya gaji dosen dan guru di Indonesia menjadi tantangan dalam pengelolaan keuangan negara, menuai kritikan. Apalagi Sri Mulyani juga menyinggung partisipasi masyarakat.

Pengamat pendidikan Ina Liem menilai, pernyataan Sri Mulyani tersebut merujuk pada gaji guru atau dosen honorer yang hanya berkisar Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per bulan.

Sementara itu, menurutnya gaji guru atau dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah cukup layak, bahkan bisa mencapai Rp 2.000.000 hingga Rp 7.000.000 di luar tunjangan.

Ina berpendapat, masalah gaji guru seharusnya menjadi urusan atau kebijakan pemerintah daerah (Pemda). Menurutnya, daerah harus segera mengajukan formasi guru di wilayahnya agar dapat diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau ASN, sehingga memperoleh gaji layak.

“Kenapa guru honorer tidak diangkat jadi guru tetap? Karena Pemdanya ogah mengajukan formasi. Guru honorer sering dijadikan alat politik, diiming-imingi akan diangkat jika memilih calon kepala daerah atau anggota dewan. Setelah terpilih, ditunda lagi, ditunda lagi,” tutur Ina kepada Kontan, Selasa (12/8/2025).

Baca Juga: Gaji Guru dan Dosen Masih Rendah, Sri Mulyani Bilang Begini

Permasalahan lain, Ina menyoroti ketidaktransparanan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang salah satunya digunakan untuk membayar gaji guru honorer. Sebagaimana diketahui, anggaran BOS tahun ini mencapai Rp 53,38 triliun.

Ina menambahkan, akibat ketidaktransparanan tersebut, sulit mengetahui alasan mengapa besaran gaji guru honorer yang diberikan sangat kecil. Padahal, ia melihat anggaran BOS hampir selalu meningkat setiap tahun.

“Pernah dicek tidak, berapa dana pos yang diajukan? Dan berapa yang benar-benar digunakan untuk guru honorer? Berapa yang dipakai untuk renovasi toilet, mengecat tembok kelas, memperbaiki atap bocor yang tiap tahun tidak selesai, atau mengganti meja kursi yang tidak pernah bertambah meski anggarannya ada setiap tahun?,” ungkapnya.

Ia berharap ke depan ada transparansi data kebutuhan guru honorer di setiap daerah. Menurutnya, apabila kebutuhan guru sudah terpenuhi di seluruh daerah, anggaran gaji akan sulit dimanipulasi karena sistem pencatatannya rapi. Dengan transparansi, tambahan anggaran juga lebih mudah diperoleh, sehingga gaji guru honorer bisa lebih layak.

Permasalahan lain yang disoroti adalah status guru honorer. Ina menyebut, di negara maju tidak ada sistem guru honorer. Idealnya, pemerintah harus menghapus sistem honorer, memetakan kebutuhan guru di setiap daerah secara transparan, lalu merekrut guru dengan status pegawai tetap.

“Tetapi harus berkualitas dan lolos seleksi ketat. Jadi, tidak semua guru honorer layak atau bisa lolos. Yang tidak lolos sebaiknya mencari pekerjaan lain, karena kita tidak ingin target generasi emas gagal tercapai,” ujarnya lagi.

Bukan Penambahan Anggaran

Lebih lanjut, Ina mengungkapkan, saat ini permasalahan utama bukan pada penambahan anggaran. Tetapi 20% anggaran pendidikan yang digelontorkan dari APBN harus dilihat keefektifannya. Pasalnya banyak anggaran yang ternnyata bocor.

“Siapa yang harus menangani kebocoran di lapangan? Kan bukan Bu Sri Mulyani. Pemda seluruh Indonesia dan pengawasan masyarakat. Masyarakat diwakili oleh siapa? DPR dan DPRD,” tandasnya.

Baca Juga: Ada Efisiensi Anggaran, Mendikdasmen: Gaji ke-13 dan Tunjangan Guru Tetap Aman

Dalam pidato yang disampaikannya di Institut Teknologi Bandung (ITB), Sri Mulyani menyoroti rendahnya gaji guru dan dosen di Indonesia, hal itu juga dianggapnya jadi tantangan pengelolaan keuangan negara.

Ia awalnya menyampaikan soal alokasi dana pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 724,3 triliun di tahun 2025.

"Banyak di media sosial, saya selalu mengatakan, menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya enggak besar. Ini juga salah satu tantangan bagi keuangan negara," ungkap Sri Mulyani dikutip dari kanal YouTube Institut Teknologi Bandung, Sabtu (9/8/2025).

Kemudian, yang jadi polemik di media sosial, yakni pernyataan Sri Mulyani yang menyebut bahwa apakah rendahnya gaji guru dan dosen bisa diselesaikan dengan keuangan negara atau dengan pendekatan lainnya, misalnya partisipasi masyarakat.

Ia beranggapan, bila hanya mengandalkan APBN, maka dikhawatirkan kesejahteraan guru dan dosen sulit terselesaikan.

"Apakah semuanya harus dari keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat," kata bendahara negara itu.

Sri Mulyani sendiri tidak menjelaskan secara eksplisit terkait bentuk partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan para guru dan dosen.

Selanjutnya: Masih Ada Tiga SBN Ritel Hingga Akhir Tahun, Bagaimana Prospeknya?

Menarik Dibaca: 5 Alasan Pria Harus Pakai Sunscreen, Bukan Hanya untuk Wanita

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×