kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Permohonan uji formil UU KPK yang diajukan eks pimpinan ditolak, ini alasan MK


Selasa, 04 Mei 2021 / 15:58 WIB
Permohonan uji formil UU KPK yang diajukan eks pimpinan ditolak, ini alasan MK
ILUSTRASI. Permohonan uji formil UU KPK yang diajukan eks pimpinan ditolak, ini alasan MK


Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak seluruhnya permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang diajukan mantan pimpinan KPK. 

Mereka yang mengajukan gugatan adalah Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang. 

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021). "Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman. 

Adapun penolakan itu didasarkan beberapa pertimbangan majelis hakim konstitusi dari berbagai dalil permohonan yang diajukan pemohon. Antara lain, mengenai UU KPK yang tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Polegnas) DPR. Mahkamah menilai dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum. 

Baca Juga: MK beberkan alasan belum memutuskan perkara uji materi UU KPK

Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, RUU KPK sudah masuk dalam Prolegnas sejak lama, terkait lama atau tidaknya pembahasan tergantung pada UU itu sendiri. "Terutama untuk mengharmonisasi antara RUU yang satu dengan yang lain sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan waktu dalam melakukan harmonisasi undang-undang," kata Arief. 

Mahkamah juga membantah pernyataan terkait dalil tidak dilibatkannya aspirasi masyarakat dalam penyusunan UU KPK hasil revisi. Hakim konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan pembuat UU, yakni DPR, sudah melibatkan masyarakat dan stakeholder terkait termasuk pimpinan KPK dalam pembahasan RUU. 

Mahkamah, lanjut Saldi, juga sudah melihat bahwa pimpinan KPK sudah diajak untuk terlibat dalam pembahasan. "Menemukan fakta bahwa beberapa kali KPK menolak menghadiri pembahasan perihal revisi Undang-Undang KPK hal demikian berarti bukanlah pembentuk undang-undang, DPR dan presiden yang tidak mau melibatkan KPK, tetapi secara faktual KPK yang menolak untuk dilibatkan dalam proses pembahasan rencana revisi Undang-Undang KPK," ujar Saldi. 

Sementara terkait dengan adanya berbagai macam penolakan dari kalangan masyarakat terkait pengesahan RUU KPK, Mahkamah menilai itu sebagai bagian kebebasan menyatakan pendapat karena kegiatan tersebut tidak hanya dilakukan oleh kelompok yang menolak tetapi juga yang mendukung. 

Baca Juga: Presiden Jokowi diminta hadir dalam uji materi UU KPK, Mahfud angkat bicara

Saldi melanjutkan, terkait dalil naskah akademik fiktif juga dinilai Mahkamah tidak beralasan menurut hukum. Begitu pula terkait dalil tidak kuorumnya pengesahan RUU KPK dalam rapat paripurna, yang dinilai Mahkamah tidak beralasan menurut hukum. 

"Naskah akademik yang dijadikan bukti oleh para pemohon adalah naskah akademik yang memiliki halaman depan atau cover per-tanggal September 2019 sementara naskah akademik yang dijadikan lampiran bukti oleh DPR tidak terdapat halaman depan atau kabar dan tidak tercantum tanggal," ucap Saldi Isra. 

Sedangkan, terkait Presiden Joko Widodo yang tidak menandatangani UU KPK hasil revisi, Saldi menjelaskan hal itu tidak bisa dijadikan tolok ukur terjadi pelanggaran formil.

Sebab, meski tidak ditandatangani presiden, UU KPK tetap berlaku dengan sendirinya apabila dalam waktu 30 hari tidak ditandatangani. 
Selain eks pimpinan KPK, pemohon lain dalam perkara ini adalah Erry Riyana Hardjapamekas, Mochammad Jasin, Omi Komaria Madjid, dan Betti S Alisjahbana, Hariadi Kartodihardjo. 

Baca Juga: MA tepis anggapan soal pengurangan hukuman koruptor

Kemudian disusul Mayling Oey, Suarhatini Hadad, Abdul Fickar Hadjar, Abdillah Toha, dan Ismid Hadad. Sedangkan 39 kuasa hukum meliputi Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Jakarta, YLBHI, hingga sejumlah kantor hukum profesional. 

Dalam pengajuannya, para pemohon dan kuasa hukum sendiri tidak mengatasnamakan lembaga, melainkan atas nama pribadi sebagai warga negara. Adapun permohonan uji formil mereka telah teregistrasi di MK dengan nomor 1927-0/PAN.MK/XI/2019.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MK Tolak Permohonan Uji Formil UU KPK yang Diajukan Eks Pimpinan KPK"
Penulis : Sania Mashabi
Editor : Bayu Galih

Selanjutnya: Respons Novel Baswedan soal isu pemecatan dirinya sebagai penyidik KPK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×