Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Alarm lesunya penerimaan negara, khususnya dari perpajakan, berbunyi makin kencang. Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan perpajakan sampai dengan Juli hanya mencapai Rp 810,7 triliun atau tumbuh 3,9% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya (yoy).
Penerimaan dari pajak lebih menyedihkan, hanya tumbuh 2,68% atau Rp 705,59 triliun per akhir Juli lalu. Realisasi penerimaan pajak baru memenuhi 44,73% dari target APBN sebesar Rp 1.577,6 triliun sampai akhir tahun.
Baca Juga: Sri Mulyani waspadai dampak perluasan sumber risiko ekonomi global
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, tekanan pada penerimaan pajak dipicu oleh pertumbuhan penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan, pajak pertambahan nilai (PPN) Dalam Negeri, dan PPN Impor.
“Ketiga jenis pajak itu saja kontribusinya terhadap penerimaan negara sudah di atas 50% dan tiga-tiganya ini mengalami tekanan,” kata Menkeu dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Senin (26/8).
Berdasarkan data Kemenkeu, penerimaan PPh Badan hanya tumbuh 0,9% atau Rp 139,19 triliun per Juli lalu. Sementara, PPN DN dan PPN Impor mengalami kontraksi pertumbuhan masing-masing minus 4,7% dan 4,5%, dengan nilai Rp 149,93 triliun dan Rp 97,3 triliun. Ketiga jenis pajak ini memiliki kontribusi terhadap penerimaan pajak sebesar 53,9%.
Baca Juga: Penerimaan pajak Januari-Juli 2019 baru mencapai 45,4% dari target APBN 2019
Sri Mulyani mengatakan, penurunan penerimaan dari PPh Badan paling terasa pada sektor-sektor yang berkaitan dengan komoditas dan industri manufaktur.
Sektor komoditas terpukul karena tren pelemahan harga secara global, sedangkan manufaktur terdampak kebijakan percepatan restitusi.
“Padahal dua sektor itu paling besar dalam perekonomian kita. Ini yang menyebabkan seluruh penerimaan terpengaruh,” lanjutnya.
Baca Juga: Penerimaan masih lemah, defisit APBN mencapai 183,7 triliun hingga Juli
Ia juga mengaku waspada dengan kinerja penerimaan PPN DN dan PPN Impor yang mengalami kontraksi hingga Juli lalu. Di luar faktor restitusi, Sri Mulyani mengakui tertekannya penerimaan kedua jenis pajak ini menjadi tanda waspada terhadap denyut perekonomian negara secara keseluruhan.
Ini ditunjukkan oleh kinerja penerimaan PPN DN yang tanpa restitusi pun (bruto) masih tumbuh lebih lemah yaitu 4,8% dibandingkan tahun lalu 8,1%.
“Jadi dalam hal ini kita lihat seluruh sektor perekonomian kita, terutama yang berbasis komoditas dan manufaktur berorientasi ekspor tertekan, terlihat dari penerimaan pajaknya mengalami tantangan,” kata Sri Mulyani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News