kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemulihan ekonomi 2021 menjadi tumpuan penerimaan pajak


Minggu, 27 Desember 2020 / 18:30 WIB
Pemulihan ekonomi 2021 menjadi tumpuan penerimaan pajak
ILUSTRASI. Warga mencari informasi tentang pajak di portal www.pajak.go.id dengan telepon pintarnya di Jakarta, Selasa (24/11/2020).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah meyakini ekonomi Indonesia di tahun depan beranjak pulih, setelah kontraksi dalam akibat dampak pandemi virus corona. Proyeksi pembalikan ekonomi itu menjadi penentu penerimaan pajak 2021, seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi.

Lantas, dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2021, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mematok penerimaan pajak tahun depan sebesar Rp 1.229,6 triliun. Angka tersebut tumbuh 2,5% dari target 2020 sejumlah Rp 1.198,82 triliun.

Meski diproyeksikan tumbuh, namun target kenaikan penerimaan pajak tahun depan masih di bawah rata-rata periode sebelum ekonomi terdampak pandemi.

Catatan Kontan.co.id, beberapa kali pemerintah mengubah outlook penerimaan pajak tahun ini, sebelum merevisinya dengan menerbitkan Perpres 72/2020 yang mengatur ulang postur APBN 2020 akibat dampak virus corona.

Semula pemerintah menargetkan penerimaan pajak 2020 sebesar Rp 1.642,6 triliun. Angka tersebut naik sekitar 4% dari proyeksi 2019. Sementara, tahun 2019 penerimaan pajak diproyeksikan mencapai Rp 1.577,6 triliun, naik 9,7% dari target 2018 sebesar Rp 1.424 triliun.

Baca Juga: Kemenkeu: Belanja pemerintah pusat tumbuh 20,5% yoy pada November 2020

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan pajak di tahun depan memang dirancang belum begitu tinggi karena ekonomi dalam negeri masih dalam proses pembalikan dari tahun ini.

“Saat kita memfokuskan pemulihan ekonomi, APBN juga melakukan reformasi, termasuk dari perpajakan. Penerimaan pajak ditingkatkan tanpa menyebabkan ekonomi menjadi lemah kembali,” kata Menkeu beberapa waktu lalu.

Makanya, di tahun depan pajak sebagai regulerend masih digalakkan. Dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 ada anggaran insentif perpajakan sebesar Rp 20,4 triliun.

Pagu tersebut dialokasikan untuk pemberian insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor, dan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat.

Kendati demikian, Menkeu menyampaikan di tahun depan pihaknya optimistis penerimaan pajak bisa mencapai target, dengan berbagai upaya reformasi perpajakan yang kembali digalakkan. Baik berupa intensifikasi maupun ekstensifikasi basis pajak.

Salah satu, bentuk ekstensifikasinya yakni pemungut pajak transaksi elektronik (PTE) atas perusahaan digital asing, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 yang melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang bertujuan memberikan stimulus fiskal dalam rangka penangan dampak yang ditimbulkan pandemi Covid-19.

Adapun, pemungutan PTE berasal dari nilai transaksi gross perusahaan digital asing.Menkeu mengatakan rencana penerapan PTE ini untuk memitigasi apabila tahun depan tidak tercapai kesepakatan konsensus pajak penghasilan (PPh) oleh OECD dan G20.

Sebab, di tahun ini kedua organisasi lintas negara tersebut belum satu suara, sehingga pembahasan bakal diundur pada pertengahan tahun 2021.

Baca Juga: Pajak Penghasilan untuk Ganti Rugi yang Didapat dari Proyek Tol

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menambahkan agar penerimaan pajak 2021 mencapai target yang telah ditentukan, otoritas bakal gencar melakukan pengawasan dan penegakan hukum kepada basis pajak.

Cara itu diyakini bisa menambah basis pajak baru dan meningkatkan kualitas pembayar pajak, mengingat tahun depan diharapkan produksi vaksin hingga vaksinasi bisa berjalan, sehingga upaya Ditjen Pajak di lapangan atau tatap muka dengan wajib pajak bisa dijalankan dengan efektif.

Suryo menyampaikan, pengawasan yang akan dilakukan kantor pajak yakni dengan metode berbasis kewilayahan. Pengawasan berbasis kewilayahan ini merupakan strategi baru otoritas pajak untuk mengejar penerimaan pajak dari wajib pajak strategis. Berdasarkan Surat Edaran Ditjen Pajak No. SE-07/PJ/2020, WP strategis terbagi menjadi dua. 

Pertama, seluruh WP yang terdaftar pada kantor pelayanan pajak (KPP) di lingkungan kantor wilayah (Kanwil) DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya. 

Kedua, WP dengan kriteria tertentu yang terdaftar pada KPP Pratama, yaitu WP dengan kontribusi penerimaan pajak terbesar atau kriteria lain yang diatur melalui Nota Dinas Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan, melalui penetapan oleh Kepala Kanwil DJP.

Suryo menambahkan, perluasan basis pajak digital dari perusahaan asing untuk memungut, menyetor, dan melapor pajak pertambahan nilai (PPN) akan terus dilaksanakan di tahun depan. Sehingga harapannya, subjek pajak luar negeri (SPLN) yang menjalankan ketentuan PPN bisa bertambah.

“Jadi kami tetap terus meningkatkan atau membentuk regulasi yang dapat digunakan sebagai basis untuk collect terhadap objek-objek yang selama ini belum terkumpulkan,” kata Suryo beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Akademisi Unpad: UU Cipta Kerja berikan kemudahan perdagangan internasional

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai penerimaan pajak tahun depan akan tergantung dari pengendalian pandemi virus corona. Apabila vaksinasi bisa cepat direalisasikan dan efektif, maka ekonomi akan kembali pulih.

Lantas, bila pemulihan ekonomi tepat waktu dengan rencana pemerintah, Priano mengatakan target penerimaan pajak 2021 cukup realistis. Setali tiga uang, PPN sebagai basis pajak konsumen yang mayoritas berasal dari orang pribadi bisa menjadi jenis pajak yang diandalkan pada 2021.

Akan tetapi untuk penerimaan PPh Badan, kata Prianto masih sulit untuk tumbuh seperti perode sebelum pandemi. Alasannya, peningkatan profitabilitas dunia usaha masih berangsur pulih dari tahun ini.

Ia berharap tahun depan otoritas pajak tetap menjalankan reformasi perpajakan dengan perluasan basis data dan sistem IT yang memadai.

Tujuannya, agar data basis pajak yang diolah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mempunyai kualitas baik dalam menetapkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan.

“Selain mengedepankan reformasi pelayanan, basis data harus diperkuat cupaya mudah mencocokkannya. Dan tampaknya Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) tahun depan kembali marak, seiring dengan perbaikan data,” kata Prianto kepada Kontan.co.id, Minggu (27/12).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×