kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.086.000   26.000   1,26%
  • USD/IDR 16.495   138,00   0,84%
  • IDX 7.629   -138,24   -1,78%
  • KOMPAS100 1.066   -21,70   -2,00%
  • LQ45 770   -13,67   -1,74%
  • ISSI 264   -3,56   -1,33%
  • IDX30 400   -6,24   -1,54%
  • IDXHIDIV20 467   -6,08   -1,28%
  • IDX80 117   -1,60   -1,34%
  • IDXV30 130   0,27   0,21%
  • IDXQ30 130   -1,70   -1,29%

Pemerintah Berencana Tarik Utang Baru Rp781 Triliun pada 2026, Ekonom Ingatkan Risiko


Rabu, 20 Agustus 2025 / 17:59 WIB
Pemerintah Berencana Tarik Utang Baru Rp781 Triliun pada 2026, Ekonom Ingatkan Risiko
ILUSTRASI. Aktivitas pembangunan konstruksi tiang rel kereta LRT di Jakarta, Senin (18/8/2025). Ekonom menilai, target defisit APBN 2,48% pada 2025 berpotensi meleset. Outlook-nya bahkan bisa melebar hingga 2,7%. Kondisi ini menunjukkan strategi menekan defisit hingga 0% bakal sulit terlaksana tanpa pembiayaan lewat utang. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dalam buku Nota Keuangan RAPBN 2026, berencana menarik utang baru dengan jumlah yang besar, mencapai Rp 781,87 triliun. Angka penarikan utang baru tersebut terbilang tinggi, mendekati level penarikan utang pada masa pandemi 2021 yang mencapai Rp 870,5 triliun.

Penarikan utang tahun depan oleh pemerintah mayoritas akan dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), dengan asumsi suku bunga SBN 10 tahun ditetapkan sebesar 6,9% dalam RAPBN 2026.

Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menilai risiko utang pemerintah tetap perlu diantisipasi, terutama karena kondisi suku bunga global yang masih bisa berubah. 

Baca Juga: Utang Pemerintah Tahun 2026 Capai Rp 1.433 Triliun, Beban Bunga Hampir Rp 600 Triliun

“Untuk asumsi makro dalam RAPBN tahun depan, yield 6,9% itu terlalu tinggi jika melihat prospek suku bunga tahun ini,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (20/8/2025).

Myrdal menekankan, arah suku bunga sangat ditentukan dinamika global. Pemulihan ekonomi yang lebih cepat dari perkiraan, risiko geopolitik, hingga potensi lonjakan harga energi dan pangan bisa mendorong inflasi naik, yang berujung pada kenaikan suku bunga. 

“Ini yang kita waspadai, termasuk dengan budget belanja negara yang juga membengkak,” tambahnya.

Baca Juga: Pemerintah Tetap Gencar Terbitkan SBN meski Belanja Seret

Meski begitu, ia menilai peluang pasar obligasi Indonesia pada 2026 masih cukup positif. Jika The Fed menurunkan suku bunga, yield obligasi global akan ikut turun dan memberikan ruang atau potensi bagi pemerintah Indonesia menerbitkan global bond dengan biaya yang lebih murah. 

“Ada kemungkinan yield terus mengalami penurunan, dengan asumsi ruang suku bunga lebih rendah sekitar 50 basis poin tahun depan,” kata Myrdal.

Menurutnya, hal ini bisa membuat biaya utang pemerintah lebih rendah dari asumsi dalam nota keuangan RAPBN 2026. Pemerintah dinilai masih sangat antisipatif, sehingga realisasi pembiayaan negara diperkirakan bisa lebih kecil daripada jumlah yang diasumsikan.

Dengan demikian, meski penarikan utang 2026 tergolong besar, Myrdal menilai risikonya masih dalam batas aman, dengan peluang biaya bunga lebih rendah jika kondisi pasar obligasi global bergerak sesuai ekspektasi.

Baca Juga: Pembayaran Bunga Utang Pemerintah Naik Menjadi Rp 588,44 Triliun pada 2026

Selanjutnya: DPR Ingatkan Pemerintah, Pengawasan Shadow Economy Harus Tepat Sasaran

Menarik Dibaca: 5 Bunga Simbol Cinta dan Kasih Sayang, Ide Kado Terbaik untuk Pasangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
BOOST YOUR DIGITAL STRATEGY: Maksimalkan AI & Google Ads untuk Bisnis Anda! Business Contract Drafting

[X]
×