kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Masuk Oktober, mestinya pemerintah sudah terima data keuangan dari Swiss


Rabu, 02 Oktober 2019 / 11:15 WIB
Masuk Oktober, mestinya pemerintah sudah terima data keuangan dari Swiss


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir September 2019 lalu, mestinya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerima data keuangan dari pemerintah Swiss. Berbekal data keuangan tersebut, pemerintah Indonesia akan mengetahui data saldo rekening atau jumlah aset keuangan yang dimiliki warga negara Indonesia (WNI) per akhir Desember 2018.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa ia belum mengecek kiriman data dari pemerintah Swiss tersebut. "Kami belum cek," ujar kepada Hestu  Kontan.co.id, Senin (1/10).

Baca Juga: DJP akan terima data keuangan dari Swiss pada September 2019 

Sekalipun menerima, Hestu menyebut bahwa DJP tidak akan memberikan data jumlah Wajib Pajak (WP) serta aset yang dikirimkan oleh pemerintah Swiss. “Kami tidak bisa sampaikan jumlah WP atau nilai aset keuangan karena harus melalui proses pengolahan, validasi, dan lain-lain sebelum dimanfaatkan,” ungkap Hestu.

Asal tahu saja, pertukaran data ini dilakukan dalam lingkup kerjasama Joint Declaration negara yang termasuk dalam Automatic Exchange of Information (AEoI). Sebelumnya, Indonesia dan Swiss telah menandatangani deklarasi pertukaran data keuangan tahun 2017 lalu.

Berdasarkan laporan Financial Secrecy Index tahun 2015 menyebutkan ada 136 negara yang merupakan surga pajak. Yang mana sepuluh besarnya menyimpan 61% kekayaan konglomerat dunia di luar negara mereka. 

Swiss pun tercatat sebagai sepuluh besar negara surga pajak. Pada September 2015, Asosiasi bankir Swiss melaporkan bank-bank di negara itu menyimpan dana hingga US$ 6,5 triliun, 51% di antaranya dari luar negeri. Hal ini menjadikan Swiss sebagai rajanya manajemen aset lintas-perbatasan, dengan menguasai 28% pasar.

Di sisi lain, pemerintah berencana mengubah skema Pajak Penghasilan (PPh) yang tadinya wordwide system menjadi territorial system. Aturan tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian yang mengusung konsep pajak Omnibus Law.

Baca Juga: Fundamental bisnis membaik, Pefindo naikkan peringkat utang Agung Podomoro Land

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita) Yustinus Prastowo mengatakan rencana pemerintah tersebut perlu diwaspadai. Alasannya, territorial system yang menyeluruh tanpa didahului penegakan hukum atau law enforcement, repatriasi, dan pemenuhan kewajiban pajak di bawah world wide system, akan jadi tiket tax amnesty jilid ke-2. 

Padahal, Indonesia sudah melakukan tax amnesty dan menerapkan Automatic Exchange of Information (AEoI). “Karena secara otomatis harta Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri dan income dari luar negeri bukan merupakan objek pajak,” kata Yustinus.

Catatan Yustinus, dalam territorial system perlu memastikan penerapan asas territoral sama sekali tidak akan memperhitungkan penghasilan, beban pajak, serta kerugian dari luar negeri terhadap penghasilan dari dalam negeri. 

Baca Juga: Ada omnibus law, empat RUU perpajakan tetap harus diselesaikan

Baca Juga: DJP akan terima data keuangan dari Swiss pada September 2019 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×