Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
Swiss pun tercatat sebagai sepuluh besar negara surga pajak. Pada September 2015, Asosiasi bankir Swiss melaporkan bank-bank di negara itu menyimpan dana hingga US$ 6,5 triliun, 51% di antaranya dari luar negeri. Hal ini menjadikan Swiss sebagai rajanya manajemen aset lintas-perbatasan, dengan menguasai 28% pasar.
Di sisi lain, pemerintah berencana mengubah skema Pajak Penghasilan (PPh) yang tadinya wordwide system menjadi territorial system. Aturan tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian yang mengusung konsep pajak Omnibus Law.
Baca Juga: Fundamental bisnis membaik, Pefindo naikkan peringkat utang Agung Podomoro Land
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita) Yustinus Prastowo mengatakan rencana pemerintah tersebut perlu diwaspadai. Alasannya, territorial system yang menyeluruh tanpa didahului penegakan hukum atau law enforcement, repatriasi, dan pemenuhan kewajiban pajak di bawah world wide system, akan jadi tiket tax amnesty jilid ke-2.
Padahal, Indonesia sudah melakukan tax amnesty dan menerapkan Automatic Exchange of Information (AEoI). “Karena secara otomatis harta Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri dan income dari luar negeri bukan merupakan objek pajak,” kata Yustinus.
Catatan Yustinus, dalam territorial system perlu memastikan penerapan asas territoral sama sekali tidak akan memperhitungkan penghasilan, beban pajak, serta kerugian dari luar negeri terhadap penghasilan dari dalam negeri.
Baca Juga: Ada omnibus law, empat RUU perpajakan tetap harus diselesaikan
Baca Juga: DJP akan terima data keuangan dari Swiss pada September 2019
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News