Reporter: Agus Triyono, Fahriyadi | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah terus memperbaiki tata kelola pertanahan nasional. Salah satu agenda prioritas adalah menyelesaikan konflik sengketa lahan, terutama antara masyarakat dan perusahaan.
Kepala Bidang Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gunawan Muhammad mengatakan instansinya berkomitmen untuk pro aktif menyelesaikan masalah sengketa tanah ini.
"Kami telah memangkas 650 aturan terkait tanah menjadi tinggal 126 aturan. Aturan tersebut akan diusulkan untuk direvisi agar harmonis dengan aturan lain dan lebih sederhana," ujar Gunawan, Kamis (27/11).
Namun, dia tidak merinci beleid apa yang telah dipangkas. Yang pasti, menurutnya, pemangkasan akan membuat masyarakat menjadi mudah dalam mengurus tanah. Dengan begitu, masyarakat punya sertifikat tanah secara legal. Alhasil, saat terjadi konflik sengketa tanah, masyarakat punya bukti otentik berupa sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN.
Maklum, selama ini, sengketa tanah lebih banyak karena kelalaian dan keengganan masyarakat mengurus sertifikat tanah. Padahal, masyarakat pemilik tanah cukup mendatangi kantor BPN terdekat.
Dia bilang konflik sengketa tanah selama tahun 2013 lalu mencapai 4.652 sengketa dan hingga saat ini sudah berhasil selesai 2.859 sengketa. "Dari jumlah sengketa tanah yang belum selesai sekitar 32 sengketa dianggap cukup rumit dan kami membentuk delapan tim kecil untuk menyelesaikan," ungkapnya.
Selain itu, pemerintah juga akan memperbaiki aturan untuk menengahi sengketa tanah antara masyarakat adat dengan perusahaan perkebunan, yakni dengan mewajibkan perusahaan memberikan 20% luas Hak Guna Usaha (HGU) mereka kepada masyarakat agar tak terjadi konflik tanah berkepanjangan.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia, Delima H. Darmawan menyambut baik langkah pemerintah ini karena dengan aturan yang lebih sederhana diharapkan tumpang tindih izin dan regulasi soal tanah bisa diminimalisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News