kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Para pakar soroti wacana moratorium pengajuan PKPU dan Kepailitan


Rabu, 25 Agustus 2021 / 14:01 WIB
Para pakar soroti wacana moratorium pengajuan PKPU dan Kepailitan
ILUSTRASI. Palu persidangan.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah saat ini tengah mengkaji usulan pengusaha terkait menghentikan sementara atau moratorium pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan kepailitan.

Hal itu disampaikan Menko Airlangga dalam Rakornas Apindo ke – 31, Selasa (24/8). Menurut Airlangga, terdapat indikasi adanya moral hazard dari meningkatnya perkara PKPU dan kepailitan.

“Pemerintah sedang mengkaji terkait dengan hal tersebut. Pemerintah akan melihat plus minusnya karena kalau dilakukan moratorium pun akan ada back log pasca pandemi dan tentu sebagian besar saat sekarang sudah berproses,” ujar Airlangga.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Jamaslin James Purba mengatakan, maraknya kasus PKPU di Pengadilan Niaga sebenarnya tidak harus dipandang negatif. Sebab, pada prinsipnya PKPU adalah restrukturisasi hutang.

Baca Juga: Sempat Tertunda, Sritex (SRIL) Hari Ini Gelar Presentasi di Hadapan Kreditur

Dengan PKPU justru kondisi hutang-hutang Debitur yang sudah macet pembayarannya memerlukan restrukturisasi. Restrukturisasi melalui pengadilan (PKPU) dilakukan karena dapat sekaligus melakukan restrukturiasi semua hutang Debitur.

James menjelaskan, PKPU adalah masa negosiasi atau restrukturisasi hutang secara massal melalui Pengadilan Niaga yang difasilitasi oleh Pengurus PKPU dan Hakim Pengawas.

Restrukturisasi hutang di dalam proses PKPU ini melibatkan semua kreditur (kreditur separatis dan Kreditur konkuren) dan jika berhasil mencapai perdamaian sesuai syarat di UU Kepailitan (Pasal 281) maka Perdamaian tersebut akan disahkan oleh Pengadilan dan mengikat terhadap semua kreditur, walaupun ada yang tidak hadir.

Tujuan PKPU dari sudut pandang Debitor yakni kesempatan untuk melakukan organisasi ulang utang-utangnya dengan perlindungan hukum terhadap keberlanjutan usahanya. Sementara dari sudut pandang Kreditor, media untuk Kreditor yang masih menganggap bahwa Debitornya memiliki prospek yang cukup baik untuk melunasi sepenuhnya utangnya.

“Jadi kalau dilakukan moratorium terhadap PKPU (program restrukturisasi), maka bagaimana cara restrukturisasi yang efektif dan efisien ? Kalau melakukan model restrukturisasi bilateral antara Debitur dan Kreditur, maka dalam hal terdapat banyak kreditur, tentu diperlukan waktu yang sangat lama untuk negosiasi dan tercapainya kesepakatan restrukturisasi. Justru hal ini bisa menghambat aktivitas usaha Debitur karena harus melakukan negosiasi dengan banyak kreditur selama bertahun tahun,” ujar James kepada Kontan, Rabu (25/8).

Baca Juga: Setelah permohonan PKPU ditolak, Pan Brothers digugat pailit Bank Maybank Indonesia

James mengatakan, jika pihak Regulator (Pemerintah) ingin menurunkan jumlah perkara Kepailitan dan atau PKPU, caranya bukan dengan cara menerapkan moratorium. Sebab mengajukan perkara ke Pengadilan Niaga adalah hak Debitur maupun Hak Kreditur sesuai UU Kepailitan.

Pilihan Kreditur ke Pengadilan Niaga disebabkan jangka waktu putusan perkara nya cepat, hanya 60 hari dan tidak ada upaya hukum banding. Serta efek atau sifat dari putusan kepailitan adalah bersifat serta merta dapat dilaksanakan walaupun masih ada upaya hukum.

“Nah kalau pihak Regulator (Pemerintah) ingin menurunkan jumlah perkara Kepailitan dan atau PKPU, caranya bukan dengan cara menerapkan moratorium,” ucap james.

James menyatakan, jika tujuannya hanya sekedar menurunkan jumlah kasus Kepailitan dan PKPU, maka seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah melakukan revisi (amandemen) UU Kepailitan khususnya tentang Persyaratan Kepailitan dan PKPU dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan.

“Membuat aturan jumlah minimal claim (hutang) untuk bisa masuk ke perkara di Pengadilan Niaga, dan ini juga diberlakukan dalam UU Kepailitan beberapa negara lain di dunia ini,” terang dia.

Selanjutnya menghapus atau meniadakan hak Kreditur mengajukan PKPU (Pasal 222 ayat 3 UU Kepailitan), karena pada prinsipnya restrukturisasi itu hak dari Debitur. Pihak Debitur yang paling mengerti dan memahami apakah mereka perlu melakukan restrukturisasi atau tidak.

“Di lain sisi, adalah kurang logis kalau kreditur mengajukan PKPU terhadap Debitur, sebab PKPU itu hakekatnya semua hutang ditunda pembayarannya. Nah apakah benar Kreditur ingin tagihannya ditunda pembayarannya selama bertahun tahun? Sebab dalam PKPU, usulan pelunasan hutang pasti beberapa tahun,” jelas James.

Baca Juga: Ini alasan gugatan PKPU terhadap Pan Brothers ditolak

Lebih lanjut James menjelaskan, sebenarnya dari sudut pandang Debitur, program restrukturisasi melalui PKPU (dimana menurut UU Kepailitan) masa negosiasi adalah maksimal 270 hari, justru menguntungkan posisi Debitur.

Pertama, selama masa negosiasi dalam PKPU maka Debitur tidak dapat dipaksa membayar hutang atau tidak perlu membayar hutang (Pasal 242 UU Kepailitan), termasuk tidak boleh ada Tindakan eksekusi terhadap asset Debitur.

Kedua, dalam proposal restrukturisasi (Proposal Perdamaian) pihak Debitur dapat meminta Grace Priode tertentu, meminta hair cut (discount) hutang dan menunda pembayaran dalam beberapa tahun ke depan. “Ketiga, dapat membayar secara mencicil sesuai kemampuan Debitur,” ucap James.

Senada, Praktisi Hukum PKPU dan Kepailitan, Hendra Setiawan Boen mengatakan, meski terjadi peningkatan perkara PKPU dan kepailitan, tidak serta merta membuat pemerintah perlu menerbitkan kebijakan menghentikan sementara (moratorium) pendaftaran perkara PKPU dan kepailitan.

“Wacana tersebut sangat tidak bijaksana. Seharusnya pemerintah menggunakan fakta ini untuk memperbaiki kondisi daripada menutup mata terhadap indikator kesehatan ekonomi nasional yang memburuk akibat pandemi berkepanjangan,” ujar Hendra.

Ia menyebut, PKPU justru adalah opsi terbaik karena para kreditur dan debitur diberikan kesempatan membahas rencana restrukturisasi utang. Hal ini agar mencapai kesepakatan terutama termin pembayaran.

Baca Juga: Lolos dari Jerat PKPU, Pan Brothers (PBRX) Fokus Menyelesaikan Restrukturisasi

Hendra menyatakan, adanya moratorium PKPU dan kepailitan dapat menghancurkan usaha dan ekonomi para kreditur. Kebijakan moratorium PKPU dan kepailitan ini seolah pemerintah memberikan karpet merah dan imunitas kepada debitur yang mengemplang utang tapi mengabaikan para kreditur yang justru lebih perlu untuk dilindungi daripada debitur.

“Pemerintah jangan hanya menyelamatkan debitur tapi tidak memperhatikan nasib para kreditur. Dalam hal ini justru nasib para kreditur beritikad baik harus menjadi perhatian dan dijaga oleh pemerintah,” ucap Hendra.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani meminta pemerintah menerbitkan kebijakan berupa peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang moratorium PKPU dan kepailitan, untuk menyelamatkan dunia usaha terdampak pandemi Covid-19.

Apindo mengusulkan moratorium PKPU dan kepailitan setidaknya dalam tiga tahun ke depan mulai tahun 2022 hingga tahun 2025. “Jumat lalu kami mulai bahas mengenai moratorium untuk PKPU dan kepailitan ini,” ucap Haryadi dalam Rakornas Apindo ke – 31, Selasa (24/8).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, saat ini usulan Perppu tentang moratorium PKPU dan kepailitan tengah dibahas di internal pemerintah. “Sudah dirapatkan, tinggal proses saja. Presiden perintah agar cepat,” ucap Luhut.

Selanjutnya: Perkara PKPU Merebak di Tengah Pandemi, Dibutuhkan Kepastian Hukum atas PKPU Online

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×