kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Para pakar soroti wacana moratorium pengajuan PKPU dan Kepailitan


Rabu, 25 Agustus 2021 / 14:01 WIB
Para pakar soroti wacana moratorium pengajuan PKPU dan Kepailitan
ILUSTRASI. Palu persidangan.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

James menyatakan, jika tujuannya hanya sekedar menurunkan jumlah kasus Kepailitan dan PKPU, maka seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah melakukan revisi (amandemen) UU Kepailitan khususnya tentang Persyaratan Kepailitan dan PKPU dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan.

“Membuat aturan jumlah minimal claim (hutang) untuk bisa masuk ke perkara di Pengadilan Niaga, dan ini juga diberlakukan dalam UU Kepailitan beberapa negara lain di dunia ini,” terang dia.

Selanjutnya menghapus atau meniadakan hak Kreditur mengajukan PKPU (Pasal 222 ayat 3 UU Kepailitan), karena pada prinsipnya restrukturisasi itu hak dari Debitur. Pihak Debitur yang paling mengerti dan memahami apakah mereka perlu melakukan restrukturisasi atau tidak.

“Di lain sisi, adalah kurang logis kalau kreditur mengajukan PKPU terhadap Debitur, sebab PKPU itu hakekatnya semua hutang ditunda pembayarannya. Nah apakah benar Kreditur ingin tagihannya ditunda pembayarannya selama bertahun tahun? Sebab dalam PKPU, usulan pelunasan hutang pasti beberapa tahun,” jelas James.

Baca Juga: Ini alasan gugatan PKPU terhadap Pan Brothers ditolak

Lebih lanjut James menjelaskan, sebenarnya dari sudut pandang Debitur, program restrukturisasi melalui PKPU (dimana menurut UU Kepailitan) masa negosiasi adalah maksimal 270 hari, justru menguntungkan posisi Debitur.

Pertama, selama masa negosiasi dalam PKPU maka Debitur tidak dapat dipaksa membayar hutang atau tidak perlu membayar hutang (Pasal 242 UU Kepailitan), termasuk tidak boleh ada Tindakan eksekusi terhadap asset Debitur.

Kedua, dalam proposal restrukturisasi (Proposal Perdamaian) pihak Debitur dapat meminta Grace Priode tertentu, meminta hair cut (discount) hutang dan menunda pembayaran dalam beberapa tahun ke depan. “Ketiga, dapat membayar secara mencicil sesuai kemampuan Debitur,” ucap James.

Senada, Praktisi Hukum PKPU dan Kepailitan, Hendra Setiawan Boen mengatakan, meski terjadi peningkatan perkara PKPU dan kepailitan, tidak serta merta membuat pemerintah perlu menerbitkan kebijakan menghentikan sementara (moratorium) pendaftaran perkara PKPU dan kepailitan.

“Wacana tersebut sangat tidak bijaksana. Seharusnya pemerintah menggunakan fakta ini untuk memperbaiki kondisi daripada menutup mata terhadap indikator kesehatan ekonomi nasional yang memburuk akibat pandemi berkepanjangan,” ujar Hendra.

Ia menyebut, PKPU justru adalah opsi terbaik karena para kreditur dan debitur diberikan kesempatan membahas rencana restrukturisasi utang. Hal ini agar mencapai kesepakatan terutama termin pembayaran.

Baca Juga: Lolos dari Jerat PKPU, Pan Brothers (PBRX) Fokus Menyelesaikan Restrukturisasi




TERBARU

[X]
×