Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja alias Omnibus Law tak meluputkan UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pemerintah mengubah sejumlah pasal dalam beleid tersebut, terutama terkait dengan perizinan dan sanksi yang menjadi jauh lebih longgar.
Pada RUU Cipta Kerja, pemerintah menyederhanakan jenis izin menjadi hanya izin usaha, serta menarik seluruh bentuk perizinan berusaha di sektor perkeretaapian tersebut ke pemerintah pusat. Di antaranya, perizinan bagi badan usaha yang menyelenggarakan prasarana dan sarana perkeretaapian umum maupun khusus.
Baca Juga: Masih banyak yang khawatir, Ketua Satgas Omnibus Law: RUU jangan dilihat sebagian
Sebelumnya, untuk badan usaha yang menyelenggarakan perkeretaapian umum maupun khusus wajib memiliki izin usaha, izin pembangunan dan izin operasi yang masing-masing melibatkan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Adapun ketentuan perizinan berusaha secara lebih rinci nantinya akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Selain soal perizinan, pemerintah melalui RUU Cipta Kerja juga memberi keringanan sanksi terhadap sejumlah pelanggaran ketentuan di sektor perkeretaapian.
Sebelumnya, setiap badan hukum atau lembaga yang melanggar bisa dikenai sanksi administrasi mulai dari teguran tertulis, pembekuan izin, hingga pencabutan izin operasi, dan sanksi pidana maupun denda.
Baca Juga: Satgas Omnibus Law minta aturan kemudahan perizinan tak dicoret dari RUU Cipta Kerja
Misalnya, badan usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum yang tidak memiliki izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi dikenakan sanksi pidana penjara paling lama enam bulan dan pidana denda maksimal Rp 2 miliar.
Dalam RUU Cipta Kerja, sanksi bagi badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum yang tidak memiliki perizinan berusaha hanya dikenai sanksi administratif yang tata cara pengenaannya akan diatur lebih lanjut lewat PP.
Pengamat Transportasi Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Djoko Setijowarno menilai Omnibus Law Cipta Kerja pada esensinya memang bertujuan untuk menyederhanakan birokrasi dalam rangka mempermudah masuknya investasi.
“Selama ini perizinan menjadi kendala di sektor perkeretaapian sehingga minim swasta yang terlibat. Mungkin pemerintah memandang itu diperlukan,” tutur Djoko, Rabu (4/3).
Baca Juga: Ketua Satgas Omnibus Law sebut masih tampung masukan soal RUU Cipta Kerja
Namun Djoko memandang, perizinan bukan satu-satunya hambatan investasi swasta pada sektor perkeretaapian. Menurutnya, dibutuhkan dukungan lain dari pemerintah agar pihak swasta lebih yakin untuk berinvestasi salah satunya melalui jaminan subsidi.
“Angkutan penumpang perlu jaminan subsidi. Lain halnya dengan angkutan barang,” sambungnya.
Jaminan subsidi tersebut bisa diberikan untuk kereta api penumpang baik melalui anggaran khusus maupun pemberian konsesi pengelolaan suatu kawasan komersial untuk penyelenggara. “Harapannya banyak investor berminat. Tapi yang berminat sekarang jadi operator,” tutur Djoko.
Baca Juga: Menko perekonomian: Aturan pelaksana UU Cipta Kerja tengah disusun
Apalagi, kemampuan fiskal pemerintah daerah juga relatif minim lantaran APBD rata-rata lebih rendah dari Rp 5 triliun. "Banyak pemda tidak punya ruang fiskal, hanya Pemprov DKI Jakarta saja karena kemampuan fiskalnya tinggi,” tandas Djoko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News