Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Neraca transaksi berjalan diproyeksikan sedikit menurun di tiga bulan pertama atau kuartal I 2024 ini, sebab dipengaruhi oleh makin susutnya surplus neraca perdagangan.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan neraca perdagangan tercatat surplus sebesar US$ 0,9 miliar di Februari 2024, menurun bila dibandingkan surplus bulan sebelumnya yang mencapai US$ 2 miliar.
“Aliran masuk modal asing, khususnya investasi portofolio terus berlanjut sehingga secara kumulatif sepanjang tahun berjalan hingga 18 Maret 2024 tercatat net inflows sebesar US$ 1,4 miliar, meskipun sempat terjadi outflows di bulan Maret 2024 dipicu ketidakpastian pasar keuangan global,” ujarnya pekan lalu.
Baca Juga: Rupiah Tertekan, Simpanan Valas di Bank Meningkat
Lantas bagaimana dengan proyeksi transaksi berjalan di Tanah Air?
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memproyeksikan kegiatan ekspor dan impor (current account) bakal tertekan, karena memang trennya tampak menurun. Dia menakar, ekspor-impor bisa minus 0,1% - 0,2% di kuartal I 2023.
“Jadi proyeksinya bisa saja mulai defisit di kuartal II, di kuartal I-nya juga bisa lebih tinggi defisitnya. Ternyata pemerintah belanjanya lebih kuat di tahun ini ketimbang di tahun lalu,” ujarnya kepada KONTAN, Senin (25/3).
David mengungkapkan, surplus neraca perdagangan diprediksi akan terkerek tipis, sebab kegiatan impor dinilai tak semasif pada bulan Februari 2024 menjelang ramadan. Menurutnya, di Maret ini harga komoditas juga dikatakan lebih baik dibanding bulan sebelumnya.
Baca Juga: Peringatan Fitch Ratings, Tren Penurunan Harga Komoditas Jadi Momok Bagi Indonesia
“Surplusnya mungkin bisa di atas US$ 1 billion (miliar) di Maret nanti, kalau total di akhir tahun mungkin masih sekitar US$ 30 billion perkiraan,” ungkapnya.
Di sisi transaksi modal dan finansial, David menuturkan, investasi di paruh pertama (first half) tahun 2024 dinilai tidak terlalu bagus. Biasanya, kata dia, kegiatan investasi akan membaik memasuki paruh kedua.
Dia menyebutkan, untuk investasi portofolio arus masuk bersih (net inflow) cenderung tinggi di pasar modal. Di portofolio saham (equity) tercatat sebesar Rp 28,2 triliun sepanjang tahun berjalan (year to date/Ytd). Sementara, untuk obligasi tercatat arus keluar bersih (net outflow) sebesar Rp 22,3 triliun Ytd.
David menambahkan, proyeksi untuk obligasi cenderung menunggu kebijakan The Fed untuk menurunkan suku bunga sehingga aliran dana ke instrumen obligasi bisa lebih kuat.
Baca Juga: BI Proyeksikan Neraca Pembayaran Indonesia Catatkan Surplus pada 2024
“Jadi walaupun bonds kepemilikan asing outflow, tapi nggak outflow keluar tapi beralih ke Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagian,” pungkasnya.