Reporter: Bidara Pink, Dendi Siswanto, Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
Jika proyeksi para ekonom benar, maka Indonesia akan mencetak surplus 31 bulan berturut-turut. Secara kumulatif, surplus neraca dagang Januari-Oktober 2022 telah mencapai US$ 45,54 miliar, jauh lebih tinggi dari surplus sepanjang 2021 sebesar US$ 30,90 miliar.
Sayangnya, surplus tersebut tak mampu memperkuat otot rupiah. Sejak awal tahun hingga akhir November lalu, rupiah telah melemah lebih dari 9%. Meskipun kurs JISDOR per 13 Desember di posisi Rp 15.661 per dollar Amerika Serikat (AS), menguat dari posisi 30 November, yaitu Rp 15.742 per dollar AS.
Josua melihat, pelemahan rupiah karena investor masih mencermati arah suku bunga The Fed ke depan.
Baca Juga: Ekonom Prediksi Neraca Dagang di Bulan November Masih Surplus
Selain itu, sekalipun devisa hasil ekspor (DHE) juga meningkat, tetapi waktu penempatan di dalam negeri tidak lama karena mempertimbangkan suku bunga deposito valas di bank-bank di luar negeri, seperti Singapura.
Sementara Damhuri menyebut, surplus neraca dagang telah mengangkat rupiah. Jika saja neraca dagang mencatat defisit, maka gejolak eksternal saat ini akan membuat rupiah tertekan lebih dalam.
Damhuri memperkirakan, tekanan rupiah hingga akhir tahun masih kuat "Mengingat The Fed masih akan menaikkan bunganya dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Februari 2023," tandas Damhuri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News