kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Neraca Perdagangan Diproyeksi Cetak Surplus Bernilai Jumbo, Berikut Kata Ekonom


Rabu, 14 Desember 2022 / 10:08 WIB
 Neraca Perdagangan Diproyeksi Cetak Surplus Bernilai Jumbo, Berikut Kata Ekonom
ILUSTRASI. Sejumlah pekerja melakukan bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (9/12/2022). Neraca Perdagangan Diproyeksi Cetak Surplus Bernilai Jumbo, Berikut Kata Ekonom.


Reporter: Bidara Pink, Dendi Siswanto, Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja ekspor Indonesia diramal masih moncer menjelang akhir tahun 2022. Neraca perdagangan diproyeksi kembali mencetak surplus bernilai jumbo.

Sejumlah ekonom yang dihubungi Kontan.co.id memperkirakan, neraca perdagangan November 2022 kembali mencetak surplus. Meski angkanya lebih rendah daripada bulan Oktober yang surplus bernilai US$ 5,67 miliar.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, surplus neraca perdagangan November sebesar US$ 5,18 miliar. Ia memperkirakan, pertumbuhan ekspor bisa lebih tinggi, yakni mencapai 10,37% year on year (yoy), dibanding kinerja impor yang diramal tumbuh 3,65% yoy.

Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan November 2022 Diprediksi Melandai

Josua melihat, kinerja ekspor yang moncer masih ditopang oleh kenaikan harga komoditas. Terutama, harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) yang rerata naik 9,38% month to month (mtm) di sepanjang bulan lalu. Meskipun di periode itu, harga komoditas batubara terkontraksi 10,73% mtm.

Volume ekspor juga diperkirakan meningkat meski terbata, sejalan dengan peningkatan aktivitas manufaktur dari mitra dagang utama Indonesia, seperti Kawasan Eropa, Tiongkok, India dan Korea.

Adapun kinerja impor ditopang oleh meningkatnya impor nonmigas lantaran aktivitas manufaktur domestik masih berada di fase yang ekspansif. Di sisi lain, impor migas cenderung menurun terbatas sejalan dengan menurunnya rerata harga minyak mentah di November.

Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution memperkirakan, surpus neraca perdagangan bulan lalu sebesar US$ 4,51 miliar. Kepala Ekonom PT Bank Syariah Indonesia Tbk Banjaran Surya Indratomo juga memperkirakan, neraca perdagangan November surplus US$ 4,25 miliar.

Baca Juga: Hadapi Ketidakpatian Ekonomi Global, 2 Sektor Ini Perlu Jadi Fokus Pemerintah

"Minyak sawit menjadi salah satu komoditas penyumbang devisa. Hal ini didukung oleh kenaikan harga yang signifikan, sebesar 9,38% mtm pada bulan November 2022," ujar Damhuri, Selasa (13/12).

Sementara Ekonom BCA David Sumual lebih optimistis, bahwa neraca perdagangan bakal mencetak surplus lebih besar pada bulan lalu, Proyeksinya, surplus mencapai US$ 5,24 miliar.

Rupiah melemah

Jika proyeksi para ekonom benar, maka Indonesia akan mencetak surplus 31 bulan berturut-turut. Secara kumulatif, surplus neraca dagang Januari-Oktober 2022 telah mencapai US$ 45,54 miliar, jauh lebih tinggi dari surplus sepanjang 2021 sebesar US$ 30,90 miliar.

Sayangnya, surplus tersebut tak mampu memperkuat otot rupiah. Sejak awal tahun hingga akhir November lalu, rupiah telah melemah lebih dari 9%. Meskipun kurs JISDOR per 13 Desember di posisi Rp 15.661 per dollar Amerika Serikat (AS), menguat dari posisi 30 November, yaitu Rp 15.742 per dollar AS.

Josua melihat, pelemahan rupiah karena investor masih mencermati arah suku bunga The Fed ke depan.

Baca Juga: Ekonom Prediksi Neraca Dagang di Bulan November Masih Surplus

Selain itu, sekalipun devisa hasil ekspor (DHE) juga meningkat, tetapi waktu penempatan di dalam negeri tidak lama karena mempertimbangkan suku bunga deposito valas di bank-bank di luar negeri, seperti Singapura.

Sementara Damhuri menyebut, surplus neraca dagang telah mengangkat rupiah. Jika saja neraca dagang mencatat defisit, maka gejolak eksternal saat ini akan membuat rupiah tertekan lebih dalam.

Damhuri memperkirakan, tekanan rupiah hingga akhir tahun masih kuat "Mengingat The Fed masih akan menaikkan bunganya dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Februari 2023," tandas Damhuri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×