kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Neraca dagang September 2019 mengalami defisit, ini pendapat ekonom


Selasa, 15 Oktober 2019 / 19:09 WIB
Neraca dagang September 2019 mengalami defisit, ini pendapat ekonom
ILUSTRASI. Lindungi Produsen Lokal ?- Bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (24/5). Kementerian Perdagangan akan menerapkan instrumen trade remedies untuk melindungi limpahan produk asing akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan mengalami defisit sebesar US$ 160 juta pada September 2019 dan ini masih disebabkan oleh penurunan kinerja ekspor dan adanya peningkatan impor.

Menurut Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual, defisit neraca perdagangan ini juga terkait dengan perkembangan global, terutama perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: Pengembangan energi terbarukan dapat menjadi solusi defisit neraca dagang

Adanya perang dagang tersebut, menyebabkan adanya fluktuasi harga dan ketidakpastian kondisi global.

Melihat kondisi yang seperti ini, David menyarankan agar pemerintah mengambil langkah struktural untuk memperbaiki neraca perdagangan, terutama dari sisi impor energi dan juga verifikasi ekspor, dari sisi produk dan negara tujuan.

David melihat Indonesia saat ini masih terlalu fokus kepada negara-negara besar konvensional seperti Uni Eropa (UE), Amerika Serikat (AS), Jepang, China, dan India.

Padahal, masih ada negara non konvesional yang bisa menjadi potensi tujuan ekspor, seperti Amerika Latin, Asia Tengah, dan bahkan Afrika.

Baca Juga: BPS: Defisit neraca perdagangan disebabkan kinerja ekspor yang kurang ekspansif

"Negara-negara yang prospek pertumbuhannya besar dan negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar. Contohnya mungkin Nigeria itu juga bisa," ujar David kepada Kontan.co.id, Selasa (15/10).

Selanjutnya, David juga mengimbau agar pemerintah bisa lebih produktif lagi, terutama dari sisi minyak dan gas (migas). Menurutnya, pemerintah harus bisa menaikkan produksi B20 menuju B30, B40, B50, dan seterusnya.

Hal ini juga dipandang bisa menyerap kelebihan produksi di sektor crude palm oil (CPO).

Baca Juga: Selepas tengah hari, rupiah di pasar spot makin melemah di hadapan dolar AS

Selain itu, pemerintah juga bisa untuk memperbaiki kilang minyak, karena biasanya impor migas ini disebabkan oleh kapasitas kilang minyak yang belum memadai. 

David pun juga memberi catatan bahwa naiknya impor Indonesia ini bukan sebagai sinyal ikut naiknya confidence untuk berinvestasi di Indonesia.

Namun, David melihat bahwa dengan adanya ketidakpastian yang mulai sirna, terutama dari sisi politik dan adanya kabinet baru, diharapkan adanya kestabilan dari sisi ekonomi dan nonekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×