kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.946.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.421   -121,00   -0,73%
  • IDX 7.465   -73,12   -0,97%
  • KOMPAS100 1.049   -9,76   -0,92%
  • LQ45 788   -9,08   -1,14%
  • ISSI 253   -2,74   -1,07%
  • IDX30 412   -0,51   -0,12%
  • IDXHIDIV20 470   2,87   0,61%
  • IDX80 118   -1,14   -0,95%
  • IDXV30 123   0,72   0,59%
  • IDXQ30 131   0,68   0,52%

Putar Musik di Ruang Komersial Kena Royalti, Pelaku Usaha Disarankan Buat Kontrak


Senin, 04 Agustus 2025 / 14:08 WIB
Putar Musik di Ruang Komersial Kena Royalti, Pelaku Usaha Disarankan Buat Kontrak
ILUSTRASI. (KONTAN/Carolus Agus Waluyo/16/04/2025) LKPU FHUI menilai bahwa pengenaan royalti pemutaran musik di ruang komersial, perlu adanya kesepakatan dengan pelaku usaha.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha (LKPU) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Ditha Wiradiputra mengatakan bahwa pengenaan royalti pemutaran musik di ruang komersial, perlu adanya kesepakatan dengan pelaku usaha.

Ditha menjelaskan, kebijakan tersebut membuat sejumlah pemilik usaha cafe atau restoran akhirnya  menghindari untuk memperdengarkan lagu-lagu di tempat usaha mereka. Artinya, para pencipta lagu tidak mendapat royalti dan lagu mereka juga tidak diperdengarkan ke publik di tempat usaha tersebut.

Menurutnya, pelaku usaha akan mencari alternatif pengganti agar mereka tidak harus mengeluarkan biaya tambahan yang mungkin dianggap memberatkan dunia usaha di tengah kondisi perekonomian saat ini.

“Agar kebijakan tersebut tidak menjadi beban maka pelaku usaha perlu dibuat kesepakatan atau kontrak dari awal ketika mereka mau memperdengarkan lagu harus membayar. Jadi kalau tidak mau membayar royalti maka jangan memperdengarkan lagu di tempat usaha mereka,” ujarnya kepada KONTAN, Senin (4/8).

Ditha berpandangan, dampak dari kebijakan ini pada akhirnya bukan saja pelaku usaha yang dirugikan melainkan industri musiknya. Untuk itu, lanjut dia, kebijakan ini perlu dielaborasi lebih baik sehingga tak dianggap memberatkan pelaku usaha baik itu rumah makan maupun cafe.

Baca Juga: Menteri Hukum Tegaskan Memutar Lagu di Ruang Komersial Kena Royalti

“Menurut pendapat saya perlu duduk bersama lagi antara pelaku usaha restoran dan industri musik, serta pemerintah agar kebijakan atau aturan yang ada bisa menguntungkan semua pihak,” pungkasnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum menyebut, setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik, termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.

Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Kemenkum, Agung Damarsasongko mengatakan, aturan tersebut berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music atau layanan streaming lainnya.

“Layanan streaming bersifat personal, ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” jelasnya dalam keterangan resmi, Senin (28/7).

Agung menuturkan, pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

LMKN bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait. Skema ini memastikan transparansi dan keadilan bagi seluruh pelaku industri musik, serta memudahkan pelaku usaha karena tidak perlu mengurus lisensi satu per satu dari setiap pencipta lagu.

“Hal ini memberikan keseimbangan agar pencipta atau pemilik hak terkait musik/lagu mendapatkan hak ekonominya, serta pengguna merasa nyaman dalam berusaha atau menggunakan lagu,” ujarnya.

Agung juga menanggapi kekhawatiran sebagian pelaku usaha yang menyatakan akan memblokir pemutaran lagu-lagu Indonesia demi menghindari pembayaran royalti. Menurutnya, itu justru akan melemahkan ekosistem musik lokal dan tidak memberikan apresiasi kepada pencipta/pemegang hak cipta.

"Musik adalah bagian dari identitas budaya. Ketika pelaku usaha enggan memberikan apresiasi yang layak kepada pencipta lagu Indonesia, yang dirugikan bukan hanya seniman, tetapi juga konsumen dan iklim kreatif nasional secara keseluruhan,” tandasnya.

Baca Juga: Kasus Royalti Musik Mie Gacoan, DJKI Ingatkan Pentingnya Pembayaran Royalti

Selanjutnya: Promo HokBen Hello Monday Periode Agustus 2025, Paket Chicken Katsu Cuma Rp 27.000-an

Menarik Dibaca: Promo HokBen Hello Monday Periode Agustus 2025, Paket Chicken Katsu Cuma Rp 27.000-an

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×